Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Pesisir Barat Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pusaka-Pusaka dari Leluhur

  • Oleh Budi Baskoro
  • 15 Mei 2016 - 11:42 WIB

BUKTI bahwa orang Laman Kinipan masih menautkan diri dengan akar sejarahnya, tidak hanya terawetkan lewat cerita tentang sang pendiri laman, Kahingai. Sejumlah prasasti dalam bentuk fisik, dan bangunan masih mudah dijumpai di desa tepian Sungai Batang Kawa Kabupaten Lamandau itu.

Pada lawatan Jumat-Sabtu 29-30 April 2016 itu, saya melihat penanda (prasasti) berdirinya kampung ini, yaitu pampuh laman atau juga disebut dan pusaka laman. Keduanya masih berdiri sebagai pusaka (warisan), dan getar magisnya masih bisa saya rasakan. Pampuh laman berfungsi sebagai tempat meletakkan sesaji dalam ritual Kaharingan.

Sedangkan pusaka laman berada di seberang jalan tempat pampuh laman berdiri adalah benda berupa batu yang dinamai Tamaduk. Orang Kinipan saat ini menyebutnya Upuy (Datuk) Tamaduk. Semuanya diyakini warisan Kahingai.  

Tamaduk hingga kini masih dikeramatkan. Bahkan, kini batu ini dilindungi dalam sebuah bangunan berbahan kayu ulin. "Ini dibangun setelah Bupati Marukan menang pilkada," jelas Warhin (38), Tenaga Pendamping Desa Kinipan pada saya, Sabtu 30 April 2016.

Menurut Warhin dan beberapa warga setempat, orang tidak boleh berlaku sembarangan saat mengunjungi Tamaduk. Untuk memotretnya pun saya dilarang. Pengunjung hanya diperkenankan memandangnya dan memotret rumah persemayaan Tamaduk saja. Konon bagi orang yang berani berlaku tidak sopan, atau meremehkan benda itu, akan mendapat celaka.

Saya kurang beruntung, karena tak bisa memandangi Tamaduk secara langsung. Dahulunya, Tamaduk mudah saja dilihat karena ia hanya dipagari keliling. Dengan posisi dirumahkan seperti saat ini, menurut Demang (pemimpin adat) Kecamatan Batang Kawa, Matias Wilson (67), Tamaduk hanya bisa diakses langsung bersama mantir adat, atau demang, setelah melalui ritus tertentu pula.

Menurut warga setempat, Tamaduk masih kerap dikunjungi oleh pejabat atau warga asal Kinipan yang telah sukses di luar daerah. Kadang mereka memang datang karena ada hajat tertentu. Misalnya, seorang tentara yang akan dikirim bertugas ke medan konflik.

Kemudian di sekitar tempat itu juga ada sebuah tiang pancang, yang diujungnya berukir, yang disebut sebagai tiang pantar atau pantar laman. Itu adalah penanda pernah digelar upacara tiwah bagi leluhur yang telah meninggal dunia. Di kanan-kirinya masih terdapat beberapa sandung, tempat meletakkan tulang-belulang leluhur yang telah ditiwahkan.

Dan yang paling tidak sulit untuk menyebut ciri Kinipan sebagai kampung Dayak adalah rumah betang. Jumlahnya masih cukup banyak, baik yang masih ditinggali ataupun tidak. Bangunan itu kebanyakan berdiri tidak jauh dari tepi Sungai Batang Kawa. (Budi Baskoro/B-10)

Berita Terbaru