Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Paser Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ketika Jalan Darat Menjadi Penghubung Daerah Tepian Sungai

  • Oleh Budi Baskoro
  • 15 Mei 2016 - 14:40 WIB

SETELAH saya cermati, kenapa Kinipan menjadi kampung yang terbuka terhadap budaya baru dari luar, sebagaimana saya ulas pada seri sebelumnya, memang penjelasan alamiahnya. Apa itu Kinipan berada dalam posisi paling strategis dalam masyarakat yang berabad-abad mengandalkan transportasi sungai.

Dibanding Sungai Delang di sebelah baratnya, Sungai Batang Kawa yang sama-sama di hulu Sungai Lamandau--yang bermuara di Laut Jawa--lebih lebar. Di tambah lagi, Kinipan bahkan hanya terpaut satu laman dari muara Lamandau-Batang Kawa.

Tak heran, sejak era 1950-an, sebagaian dari mereka telah keluar kampung halamannya untuk memperoleh pendidikan lebih baik. Sejak itu pula, bermunculan guru, pegawai, anggota DPRD, bahkan tentara hingga pangkat jenderal dari daerah yang memerlukan waktu 5-6 jam perjalanan darat dari Pangkalan Bun, kota yang paling dekat dengan pantai itu. Brigadir Jenderal (Purn) Victor Phaing, matan wakil gubernur dan Ketua KONI Kalteng, juga merupakan produk asli Kinipan, dan Sungai Batang Kawa.

Ketika masih menjadi bagian Kecamatan Delang, orang-orang Kinipan pun tampak menonjol. Demang Delang era di masa 1970-an-1990-an, dijabat oleh C Semambu Phaing, orang Dayak kinipan. Ayah dari Demang Semambu, Mas Penggawa Phaing adalah kepala suku yang menjadi kepercayaan Kesultanan Kotawaringin di Pangkalan Bun. Semambu Phaing kemudian juga lama menjabat sebagai wakil rakyat di DPRD Kotawaringin Barat.

Namun, sejak jalan trans Kalimantan mulai melintasi daratan di pedalaman Lamandau, moda transportasi sungai yang menghubungkan antarlaman dan kota mulai ditinggalkan. Dinamika kebudayaan sungai bergolak. Daerah yang letaknya di hulu sungai, sebagian ada yang lebih dahulu diuntungkan karena dilalui jalan trans Kalimantan, termasuk Kudangan dan beberapa desa di Kecamatan Delang. Karena akses jalan menuju Kinipan dari simpang trans Kalimantan pun berada di hulu, beberapa desa, seperti Benakitan dan Ginih yang di hulu Kinipan juga lebih cepat diakses. Hampir seluruh kampung di pedalaman menjadi dinamis.

"Sekarang dari Nanga Bulik hanya dua sampai dua setengah jam. Kalau jalan antara Benakitan dan Kinipan seluruhnya teraspal, akan lebih cepat lagi," papar Warhin (38) tenaga pendamping desa di Kinipan, Sabtu, (30/4/2016).

Namun, tembusnya jalan darat juga membuat siapa saja bisa merambah ke pedalaman, termasuk investor besar yang tertarik untuk mengubah alam perawan pedalaman menjadi ladang keuntungan. Orang Kinipan pun bersiap menyambut mereka. Mereka sadar, masuknya investasi mengandung peluang ekonomi bagi mereka. Kemungkinan kerja sama masih terbuka. Namun mereka juga tidak mau kehilangan tanah airnya oleh investasi yang tidak secara serius memberi porsi bagi keberlanjutan (sustainability) kehidupan mereka.

Lalu bagaimana mereka bersikap Itu yang akan saya ceritakan di seri setelah ini. (Budi Baskoro/B-10)

Berita Terbaru