Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Lampung Timur Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

RSUD Doris Sylvanus Digugat

  • Oleh Budi Yulianto
  • 25 Mei 2016 - 19:00 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya digugat.  Ayah Lamuel, Geni (29) didampingi dua kuasa hukum dari Asosiasi Advokad Indonesia (AAI) DPD Kalteng, Sukah L Nyahun dan Parlin Bayu Hutabarat melaporkan manajemen RSUD itu ke Polres Palangka Raya, Rabu (25/5/2016) siang.

Mereka melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Palangka Raya, atas sangkaan kelalaian dalam melakukan tindakan medis terhadap Lamuel, hingga menyebabkan balita berusia 1,9 tahun itu mengalami kelumpuhan.

"Kami ke sini melaporkan adanya dugaan malpraktik. Artinya ada kelalaian yang dilakukan tenaga medis. Karena ada balita berobat, malah semakin memburuk. Bahkan mengarah pada kelumpuhan. Jadi ada dugaan tenaga medis memberikan kebutuhan medis tidak sesuai kebutuhan pasien. Atau kelebihan dalam memberikan kebutuhan pasien sehingga balita itu mengarah kelumpuhan," ucap Parlin didampingi Sukah yang mengaku memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, di Polres Palangka Raya.

Menurut Parlin, indikasinya adalah terlihat dari obat-obatan yang diberikan namun melebihi dari kemampuan daya tahan balita itu. "Seperti suntikan. Begitu banyak sisanya tadi,"

Tidak hanya itu, dia juga bertanya terkait diagnosa yang disampaikan medis. "Terakhir mengatakan diagnosanya radang otak. Tapi tidak dilakukan CT Scan. Jadi diagnosanya prematur. Di sinilah letak kecerobohannya, memberikan diagnosa tanpa dasar," keluhnya.

Dia menambahkan, lebih mengerucut, yang dilaporkan adalah tenaga medis yang menangani pasien itu. Yakni dokter berinisial MD. "Kita akan laporkan secara pidana. Supaya ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Kalau memang dokter atau tenaga medis tidak profesional, ya harus diberikan sanksi," harapnya.

Parlin juga membeberkan kondisi Lamuel yang sebelumnya dirujuk ke Doris Sylvanus. Terakhir menjalani perawatan di RS Bhayangkara. "Perlu saya luruskan awalnya dari Bhayangkara dan memberikan diagnosa Fleg Paru. Kemudian dirujuk ke Doris. Jadi dugaan terjadinya malpraktik lebih ke tenaga medis Doris Sylvanus. Karena saat dirujuk ke Doris, kondisi anak masih baik,"

Masih menurutnya, kondisi Lamuel tetap terbaring tidak bisa apa-apa, kecuali menangis. Belum ada rencana kembali dirawat ke RS. Alasannya keluarga masih trauma dan keterbatasan biaya. "Jadi sekarang lebih ke perawatan tradisional," ungkapnya.

Beberapa hari lalu, pihak RSUD Doris Sylvanus melalui Kabid Diklit, SDM dan Humas dr Theodorus Sapta Atmadja menyarankan agar menggunakan surat keterangan tidak mampu sehingga bisa gratis.

Menanggapi hal ini, dia berucap alangkah baiknya pihak RS bisa menyampaikan secara langsung. Bukan hanya sebatas melalui media. "Jangan hanya melalui media saja. Ya harus menghubungi keluaga korban. Kalau statemen di media itu kurang etis," tuturnya.

Sekedar mengingatkan, ketika dikonfirmasi, Theodorus mengatakan penanganan terhadap Lamuel, warga Desa Bereng Jun, Kecamatan Tumbang Talaken, Kabupaten Gunung Mas sudah sesuai prosedur.

"Pasien membutuhan perawatan intensif dan memang pasien ini membutuhkan obat tersebut. Jadi tidak menutup kemungkinan injeksinya lebih banyak dibanding pasien yang lain. Itu sebenarnya satu obat ada yang disuntikan tiga kali. Sehingga seolah-olah dihitung berkali-kali," kata Theo, Senin (23/5/2016).

Terkait kenapa Lamuel bisa mendadak kejang-kejang, Theo menyebut itu merupakan perjalanan suatu penyakit yang sebelumnya belum terdeteksi. "Terkadang orang awam melihat awal dia masuk. Padahal itu perjalanan suatu penyakit yang sebelumnya belum terdeteksi. Pada saat gejala itu timbul itulah perjalanan penyakit. Dokter sudah melakukan penanganan seefesien mungkin," ungkapnya.

Dia menuturkan, Lamuel tercatat masuk di RSUD Doris Sylvanus pada 20 April dan keluar pada 27 April 2016. Seharusnya, lanjut dia, Lamuel belum bisa pulang karena masih perlu mendapat penanganan.

"Dokter yang menangani sudah mengatakan tidak usah pulang. Karena perawatan belum tuntas dan masih membutuhkan perawatan. Tapi pada saat itu, keluarga meminta pulang,"

"Dokter kami yang merawat yakni spesialis anak dan kepala ruangan sudah menawarkan surat keterangan tidak mampu. Namun pihak keluarga memilih umum dan tetap pulang," tandasnya. (BUDI YULIANTO/N).

Berita Terbaru