Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Jadikan Sandung dan Huma Betang Sebagai Cagar Budaya

  • Oleh Ariananta
  • 11 Juli 2016 - 16:10 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Freddy Ering, mengharapkan agar pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadikan Sandung dan Huma Betang menjadi cagar budaya di wilayah setempat.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalteng V meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau ini mengatakan, saat reses di sejumlah tempat banyak sekali Sandung maupun Huma Betang yang perlu terus dipelihara dengan baik sehingga dapat menjadi daya tarik wisatawan.

'Sejumlah situs-situs yang bersejarah cukup banyak. Kita berharap pemerintah daerah  memperhatikan situs-situs bersejarah tersebut, sehingga bisa menciptakan suatu objek wisata untuk diketahui dan dikunjungi wisatawan. Juga sebagai tempat bagi generasi mendatang untuk belajar, mengerti dan mengetahui bagian dari sejarah di daerah ini,'ucap Preddy Ering, yang juga Ketua Komisi A DPRD Kalteng tersebut, Senin (11/7/2016).

Politisi kawakan PDI Perjuangan Kalteng ini mengatakan, pelestarian Sandung dan Huma Betang juga dalam rangka mendukung pembangunan dan pengembangan pariwisata di Kalteng.

Ia berharap agar Dinas Pariwisata kabupaten/kota maupun provinsi untuk aktif mempertahankan serta menggali sejarah mengenai situs-situs yang belum diangkat sejarahnya.

Rumah Adat Betang

Rumah Adat Betang ' Rumah Betang (Huma Betang) adalah karya suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan dengan konsep  hidup secara berkelompok-kelompok.

Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama. Hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).

Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang.

Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada Kalimantan. Rumah Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter.

Betang dibangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta antirayap.

Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga.

Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.

Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah.

Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai 'teman' yang setia pada saat berburu di hutan belanntara.

Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.

Sandung adalah tempat menyimpan tulang orang yang sudah meninggal. Peletakan tulang di sandung dilakukan setelah Upacara Tiwah. Upacara ini biasanya dilakukan oleh Suku Dayak di Kalimantan yang beragama Hindu Kaharingan. Dengan semakin banyaknya penganut Hindu Kaharingan yang masuk ke agama Kristen dan Islam, maka semakin jarang kita temukan sandung pada saat ini. Bahkan pada beberapa lokasi, sandung sudah menjadi sesuatu yang langka, bahkan dijadikan sasaran pencurian benda-benda bersejarah. Pada desa-desa yang pernah menyelenggarakan upacara tiwah, maka kita akan melihat di tempat tersebut ada sandung.

Ada sandung yang di bawahnya diletakkan belanga yang dalam istilah Basel Mission disebut The Holy Pot. Di Desa Bukit Rawi, Kabupaten Pulang Pisau, ada sandung yang dijadikan sebagai objek wisata. (ARIANANTA/m)

Berita Terbaru