Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Agam Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Diversifikasi Komoditi

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 27 Juli 2016 - 20:01 WIB

KEPALA Dispenda Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan punya cerita menarik.  Ia bersedih karena  penerimaan  untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota  itu tahun ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu penyebabnya adalah lesunya tempat hiburan malam (THM).  Tempat hiburan malam (THM) memang menjadi andalan  sumber pendapatan kota tersebut.  Target PAD daerah itu tahun ini mencapaiRp270 miliar, tulang pungggungnya adalah THM tadi.  Dan, hingga Juli 2016, target THM sebesarRp11 miliar, tetapi baru tercapai 40 persen saja.

Yang menarik dicatat, Kepala Dispenda tadi menuding  loyonya sektor pertambangan batu bara menjadi biang keladi  lesunya tempat hiburan di kota itu.

Kisah seperti ini tampaknya tidak hanya monopoli kota Banjarmasin. Daerah-daerah lain yang perekonomiannya didonimasi sektor pertambangan, akan mengalami dampak serupa. Malah, yang paling tragis adalah dampak langsungnya. Dampak langsung lesu atau tutupnya sektor pertambangan seperti batu bara, bijih besi atau emas,  langsung terasa. Yaitu PHK atau pengangguran,  belanja sembako,  dan sebagainya.

 Dampak demikian memang harus diwaspadai.  Karena jika daerah yang  bersangkutan tidak siap, tentu bukan hanya berdampak pada penerimaan PAD. Tetapi yang lebih serius lagi adalah munculnya dampak sosial bagi warga yang selama ini tergantung dengan sektor tersebut.

Soal dampak lesunya sektor pertambangan, sebenarnya tahun lalu sudah sangat terasa. Dan tahun ini dipastikan lebih parah. Karena tahun ini belum ada tanda-tanda menggeliatnya sektor itu. 

Kebijakan pemerintah yang mengharuskan pembangunan  smelter  untuk berbagai jenis tambang,  menjadikan banyak perusahaan tambang mati kutu.  Karena pembangunan  smelter   tersebut membutuhkan dana triliunan rupiah.

 Di Kalimantan ini, tampaknya baru satu perusahaan yang sanggup membangun smelter.  Yakni  konsursium Harita Group dan Hongqiao GroupLtd Cina,  yang mengolah tambang bauksit di Kendawangan, Kalimantan Barat. Nilai investasinya mencapai hampir Rp10 triliun.

 Di Kalimantan Tengah, beberapa tahun silam ada perusahaan bijih besi yang menyatakan diri sanggup membangun  smelter.  Perusahaan Kapuas Prima Coal (KPC) yang beroperasi di Lamandau itu menginisiasi pembangunan  smelter  di kawasan pelabuhan Bumiharjo-Kotawaringin Barat. Tetapi hingga hari ini   tak jelas kabarnya.

Iklim bisnis  demikian hendaknya menjadi pelajaran. Pemerintah daerah harus mencari alternatif, dan tidak mengandalkan satu sektor.  Konsep  one village one product,  satu desa minimal memiliki satu produk komoditi, harus dipacu.

 Rencana pembangunan pelabuhan (tol laut) dan jalur kereta api, tidak boleh dianggap sepi.  Untuk apa ada pelabuhan dan  rel kereta api  jika tidak ada produk yang diakut Para kepala daerah hendaknya berlomba memacu pertumbuhan daerahnya. Sehingga memiliki diversifikasi komoditi.   

Berita Terbaru