Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Budidaya Ikan Keramba Memasuki Masa Suram

  • Oleh Koko Sulistyo
  • 10 Oktober 2016 - 08:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Budi daya ikan keramba di bantaran Sungai Arut memasuki masa suram. Penyebabnya Sungai Arut dari tahun ke tahun mengalami penurunan kualitas sehingga berdampak pada matinya ikan-ikan pembudidaya.

Akibatnya pembudidaya mengalami kerugian puluhan hingga ratusan juta, sementara jumlah pembudidaya di Sungai Arut dari data kelompok pembudidaya berjumlah 180 dengan ribuan lubang keramba dan jutaan ekor berbagai jenis ikan seperti Nila, Bawal, Patin dan Ikan Mas.

Niah, 28, seorang pembudidaya keramba ikan di RT 05, Kelurahan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kabupaten Kotawaringin Barat, ia mulai merintis usaha budidaya keramba bersama keluarganya sejak tahun 2008. Saat itu ikan yang ia budidayakan adalah jenis ikan yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi seperti ikan Bawal, Nila dan Ikan Mas. 

Dalam satu tahun ia dan pembudidaya lainnya panen dua kali dengan masa budidaya selama enam bulan. Saban kali panen ia mampu meraup omzet puluhan juta rupiah. Saat itu ikan budidaya keramba Sungai Arut mampu memasok kebutuhan ikan di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Namun sejak tahun 2014  bisnis  disektor perikanan ini mulai meredup. Menurutnya, ketika masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan terjadi fenomena alam dengan menurunnya kualitas air. Biasanya air yang berwarna coklat keruh berubah seketika menjadi jernih kehijauan saat hujan deras mengguyur.

"Awalnya tahun 2014 saat hujan pertama air berubah jernih kehijauan tidak berselang lama semua ikan di dalam keramba mati, khusus saya aja saat itu hingga puluhan ton yang mati," ungkap Niah di keramba miliknya yang sekaligus dijadikan rumah tinggal bersama keluarganya, Minggu (9/10/2016).

Kejadian serupa kembali terulang pada tahun 2015, puluhan ton ikan kembali mati, bahkan selama dua hari sepanjang bantaran Sungai Arut dipenuhi ikan busuk yang sengaja di buang pembudidaya ke aliran sungai. Saat itu Niah mengaku merugi hingga seratus juta rupiah.

Pembudidaya yang trauma terhadap kejadian matinya ikan budidaya mereka saat ini beramai-ramai beralih ke jenis ikan lokal yang tahan terhadap perubahan kualitas air. 

Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan baung. Walau tidak kalah nilai komersilnya yang perkilogramnya mencapai Rp40 hingga Rp45 ribu, ikan lokal ini memiliki masa panen yang panjang hingga satu tahun, Sehingga secara ekonomis dinilai kurang menguntungkan. 

"Nggaj ada pilihan dari pada merugi dan bangkrut lebih baik memilih ikan yang kuat dan tetap menghasilkan secara ekonomis walau pun masa panennya hingga satu tahun," timpal Gias pembudidaya ikan lainnya.

Buktinya saat kejadian perubahan kualitas air terulang pada pekan lalu, ikan mereka aman dan tak satupun yang mati. Sementara pembudidaya ikan Nila di Rasau Lamandau mengalami kerugian yang signifikan.

Padahal, Dinas Lingkungan Hidup (BLH) sudah mengeluarkan surat edaran pertanggal 28 September 2016 untuk mwngingatkan kepada masyarakat pembudidaya perlunya mengantisipasi hal-hal yang berdampak pada kematian ikan-ikan pembudidaya keramba di sepanjang Sungai Arut dan Sungai Lamandau.

Hal itu berdasarkan pantauan BLH sebelum terjadinya kematian ikan bahwa kondisi Sungai Arut menunjukan penurunan kualitas air sungai yang sangat signifikan," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup ( BLH) Kobar Fahrizal Fitri. (KOKO SULISTYO/m))

Berita Terbaru