Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Maros Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

IDI Kotawatingin Timur Tolak Pendidikan Dokter Layanan Primer

  • Oleh Rafiuddin
  • 24 Oktober 2016 - 18:35 WIB

BORNEONEWS, Kotawaringin Timur - Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kabupaten Kotawaringin Timur, menggelar aksi unjuk rasa menolak regulasi Dokter Layanan Primer atau DLP yang terkesan dipaksakan oleh Kementerian Kesehatan RI. Program DLP dinilai akan memberatkan calon dokter, sebab mereka harus menempuh pendidikan lagi selama tiga tahun untuk mendapatkan DLP.

'IDI pusat menghimbau IDI wilayah, cabang untuk melakukan aksi damai dalam rangka menolak program Kementerian Kesehatan dan Kemenristek Dikti yang akan menggulirkan DLP. Seorang dokter nanti difasilitas kesehatan primer dianjurkan bahkan mungkin ke depan diwajibkan untuk ditempati seorang dokter dengan kompetensi dokter spesialis layanan primer,' kata Ketua IDI Cabang Kotim, Moch Choirul Huda usai menggelar aksi damai di depan RSUD Dr Murjani Sampit, Senin (24/10/2016).

Program DLP nantinya akan memberatkan calon dokter, sebab para dokter harus menempuh pendidikan lagi selama tiga tahun untuk mendapatkan DLP. Terutama yang masa kerjanya kurang dari lima tahun. Padahal menurut mereka pendidikan dokter sudah cukup lama, yakni empat tahun profesi dan dua tahun keahlian. Ditambah satu tahun mereka wajib intensif serta menunggu registrasi izin keluar.

'Jadi untuk menjadi dokter layanan umum rata-rata habis waktu delapan tahun. Kalaupun nanti program ini digulirkan. Mereka lulusan baru atau lima tahun ke bawah tambah tiga tahun lagi. Jadinya 11 tahun. Bayangkan mereka harus menempuh pendidikan 11 tahun hanya untuk menempuh dokter dilayanan primer,' katanya.

Menurut Choirul Huda, program yang hendak digulirkan pemerintah ini diakui sangat memberatkan para dokter. Permasalahan sebenarnya bukan pada persoalan kualitas sumber daya manusia para dokter. Tetapi juga pemerintah harus melihat bagaimana sarana dan prasarana yang ada di unit pelayanan.

Meski tujuan Kementerian itu baik untuk memperbaiki kualitas pelayanan di fasilitas primer. Tetapi kualitas perbaiukan pelayanan itu tidak ditumpukan kesalahan kepada dokter. Sebab, factor penunjang lainnya juga harus diperhatikan, seperti, sarana dan prasarana, ketersediaan obat, peralatan, sarana laboratorium dan kendala lain.

Dia mencontohkan, seorang dokter lulusan UI dengan akreditasi A. Secara dasar dari UI sudah menerapkan kompetensi internasional. Ketika mereka ditempatkan di wilayah pelosok dengan sarana dan prasarana terbatas, dan obat-obatan terbatas. Maka akan tetap dirujuk ke rumah sakit.

'Harusnya pemerintah lebih fokus ke fasilitas sarana dan prasarana. IDI juga punya program untuk memperbaiki kualitas, misalnya dengan program modul yang dibimbing langsung oleh IDI pusat, tidak harus dengan kuliah lagi tiga tahun,' ujarnya.

Dari pantauan Borneonews,  puluhan dokter yang ada di Kotim itu melakukan aksi damai di depan Rumah Sakit Umum Daerah dr Murjani Sampit. Para dokter tersebut juga membentangkan poster penolakan konsep pendidikan Dokter Layanan Primer.

Aksi penolakan program DLP oleh IDI Kotim berlangsung sekitar 30 menit yang dimulai sejak pukul 12.30 WIB dan sekitar setengah jam kemudian mereka membubarkan diri dan kembali ke rumah sakit untuk kembali memberikan pelayanan medis terhadap para pasien. (RAFIUDIN/N).

Berita Terbaru