Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Maros Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pengusaha Cirebon Teriak 'Mahal', Petani di Katingan Teriak 'Harga Jatuh'

  • Oleh Abdul Gofur
  • 26 Oktober 2016 - 17:43 WIB

BORNEONEWS, KASONGAN-- Para pengusaha rotan dalam hal ini para pembeli dari Cirebon Jawa Barat mengaku teriak karena bahan baku rotan yang dinilai mahal. Sementara petani atau pemilik kebun rotan di Kabupaten Katingan juga berteriak lantaran tanaman rotan mereka dihargai murah, bahkan rotan saat ini seakan tidak ada harganya alias jatuh.

Hal ini mengemuka saat acara penanaman rotan oleh sejumlah delegasi Lembaga Kolaborasi Rotan Ramah Lingkungan se - Indonesia di Desa Tumbang Liting Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Selasa (25/10).

"Di Cirebon Mas, para pengusaha rotan itu teriak , karena harga bahan baku rotan yang mahal. Sementara di sini dari keterangan petani rotan tadi katanya rotan dihargai sangat murah hanya Rp50 ribu per kuintalnya," sebut Gunawan dari komunitas Desainer Rotan Cirebon (Radec).

Saat itu Gunawan ikut dalam rombongan Lembaga Komunitas Rotan Ramah Lingkungan se-Indonesia yang melakukan penanaman rotan di Desa Tumbang Liting itu.

Menurut Gunawan, di Cirebon bahan baku rotan didatangkan dari seluruh Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Namun yang paling banyak adalah dari Kalimantan, yaitu sebagian besar dari Katingan.

"Yang dikirim oleh pengusaha dari Banjarmasin itu ternyata rotan dari Kabupaten Katingan juga," ujarnya.

Gunawan menggambarkan jika rotan mentah yang dibeli para pengusaha rotan Cirebon untuk dijadikan bahan kerajinan, itu kisarannya antara Rp9 ribu sampai Rp13 ribu/kilo gramnya.

Ia mengaku terkejut rontan mentah di Katingan hanya dihargai Rp50 ribu per kuintal dan paling banter bisa sampai Rp100 ribu per kuintalnya.

"Makanya kalau di sini teriak rotan murah, kami di sana (Cirebon) teriaknya mahal untuk mendapatkan bahan baku. Makanya kita menjual produk juga mahal karena kompoen bahan bakunya yang mahal," katanya.

Menurutnya biaya produksi kerajinan rotan itu setengahnya atau berkisar 40-50 persen adalah bahan baku.

"Yang jelas kami tergantung pesanan, rata-rata diangka 1.000 sampai 1.500 kontainer berisi rotan per bulan yang masuk ke Cirebon itu dari Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi," imbuhnya.

Sementara itu menurut Daji, warga Desa Talingke Kecamatan Tasik Payawan sejak lima tahun tersahir tepatnya sejak pemerintah menutup kran ekspor rotan mentah, para petani atau pemilik kebun rotan di desanya tidak lagi menggantungkan hidup dengan tanaman menjalar berduri tajam ini.

"Sebagian kebun rotan yang ada di desa kami dibersihkan untuk ditanami kelapa sawit yang lebih menjanjikan, sebab sekarang pengumpul sudah tidak pernah lagi datang ke desa kami membeli rotan itu," katanya. (GP/*)

Berita Terbaru