Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Toraja Utara Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kisah Gadis Punk Belia Terjerumus dalam Pergaulan Bebas

  • Oleh Koko Sulistyo
  • 28 Oktober 2016 - 03:30 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Dara, 15, gadis mungil berkulit kuning langsat dari etnis Tionghoa Medan asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat ini tertunduk lesu di ruang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kotawaringin Barat (Kobar), Kamis (27/10/2016). Ia merupakan satu dari 16 anak punk yang terjaring razia oleh Satpol PP  di kawasan Bundaran Pancasila. yang beberapa di antara mereka diciduk saat sedang mabuk minuman keras.

Kepada Borneonews ia menceritakan,  ini pertama kalinya ia hidup dari satu kota ke kota lain dan tidur di sembarang tempat bersama komunitas anti kemapanan itu. Oetualangan gadis belia yang tak tamat sekolah dasar itu pun atas restu orang tuanya.

Sebelum sampai di Kota Pangkalan Bun, ia berangkat bersama kawan-kawannya dengan menumpang truk barang atau pikap ke kota tujuan mereka seperti Sukamara, Pangkalan Bun, Kotawaringin Timur dan Palangka Raya. Istilah dikalangan mereka adalah nyetreet.

Komunitas punk ini membawa berbagai jenis alat musik seperti gitar kencrung dan ukulele yang digunakan untuk mengamen dan hasilnya untuk makan sehari-hari. 

Dalam usia belia, Dara mengaku tidak takut hidup bersama puluhan pria. Bahkan kehidupan ala koboi ia jalani. Dari pergaulan itulah ia mengenal minuman keras, Zenith, dan seks bebas. Ia mengaku sering melakukan hubungan badan dengan teman pria di komunitas punk. Bahkan dil eher putihnya nampak bercak-bercak kemerahan menandakan ia memang melakukan hal itu.

"Kalau ngeseks sering, Bang. Kami lakukan di sembarang tempat, kan di Bupa banyak tempat yang terlindung. Kalau nyabu enggaklah, Bang. Paling banter Zenith," ujar Dara polos.

Menurut dia hal itu juga dilakukan teman-teman perempuannya di komunitas punk. Ia pun tidak merasa kapok dengan ditangkap Satpol PP., sebab keluarga tidak ada yang mengurusnya. Sementara orang tuanya, baik ibu dan bapaknya, tidak bekerja sehingga untuk mengurus kebutuhan dia orang tuanya tak mampu lagi.

"Jangankan mengurusi saya, untuk mengurus diri mereka aja butuh bantuan kakak saya," ujar Dara.

Entah sampai kapan Dara akan terbang seperti burung hinggap dari satu kota ke kota lainnya bersama komunitasnya. Mereka mempunyai semboyan "sama rata sama rasa" tidak ada perbedaan, "susah senang selalu bersama sebagai saudara". (KOKO SULISTYO/m)

Berita Terbaru