Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Dari Banua Lambat Sampai Kampung China

  • Oleh Yohanes S Widada
  • 07 November 2016 - 09:01 WIB

Oleh: Dr Moh ALi Fadhillah

DI luar lingkungan kompleks keraton, terhampar di tepi sebelah kiri dan kanan sungai Arut kampung-kampung yang ditandai oleh karakteristik permukimnya. Pertama-tama boleh disebut  Banua Lambat. Istilah banua lambat dalam dialek Arut digunakan untuk menyebut kampung tua. Ia sudah dimukimi sebelum situs Pangkalan Bun menjadi ibukota kerajaan.

Terletak di sebelah utara pusat kota Pangkalan Bun, dibatasi oleh anak sungai Bu'un, yang bermuara di sungai Arut. Kampung itu sekarang menjadi bagian dari aglomerasi kota Pangkalan Bun. Tradisi lisan memberi kita sebuah versi asli asal-usul nama Pangkalan Bun; dari kata Pangkalan Bu'un, artinya tempat sandar perahu orang bernama Bu'un yang bekerja di ladang sekitar perbukitan Pangkalan Bun.

Sejak awal abad XIX Kampung Raja ini disebut Bandar Sukabumi, sebagai ibukota kerajaan. Sebutan paling  populer sampai sekarang adalah Pangkalan Bun.

Kluster kedua adalah Kampung Mendawai yang terletak di sebelah selatan Kampung Raja. Kampung Mendawai dibangun sesudah berdirinya ibukota kerajaan. Dalam tradisi lisan dikatakan, sebagai desa tempat berdiamnya orang-orang dari sungai Mendawai, salah satu sungai besar di sebelah barat sungai Barito. 

Mereka adalah imigran yang mendapat tekanan Sultan Banjar dan dengan konsesi dari pangeran Kotawaringin. Mereka kemudian membangun pemukiman di tepi sungai Arut, memberi nuansa diversitas populasi urban di ibukota Kotawaringin.   Tradisi usaha orang Mendawai adalah pedagang atau pelaut, disamping membuat barang kerajinan, yaitu tetudung atau tudung.

Tidak kalah pentingnya peran yang dimainkan oleh perkampungan China. Disebut dalam percakapan sehari-hari dengan 'Kampung China', yang secara administratif masuk dalam Kampung  Raja Seberang, Kampung China masih tetap terletak di tepi sungai, berseberangan dengan Kampung Raja.

Kampung ini dibuka pada waktu hampir bersamaan dengan berdirinya ibukota kerajaan. Sekarang, sebagian besar populasi adalah orang Hakka (China Selatan) yang kebanyakan keturunan imigran Pontianak dan Sambas. Mereka umumnya bekas penambang emas yang dipekerjakan raja dan telah alih profesi sebagai pedagang.  (yoh/*)

Berita Terbaru