Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Rembang Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Walaupun Kembang Kempis, Industri Kerupuk Tenggiri Tetap Bertahan

  • Oleh Parnen
  • 08 Januari 2017 - 14:36 WIB

BORNEONEWS, Kuala Pembuang- Perkembangan usaha rumahan atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kuala Pembuang, saat ini memang menggeliat. Namun sayangnya, tidak sedikit di antara pelaku usaha rumahan tak jarang harus putar otak. Karena selain terbentur modal usaha, bahan baku produksi pembuatan kerupuk pun sulit diperoleh. Kalau pun pasokan tersedia, itupun harus membeli dengan harga mahal.

Seperti yang tengah dirasakan Juwairiah (55), pemilik usaha penjualan oleh-oleh khas Seruyan "Mama Randy" pengusaha kerupuk ikan Tenggiri. Perempuan paruh baya itu mengaku tak banyak keuntungan yang ia peroleh dari hasil penjualan kerupuk kemasannya.

"Dalam sehari kalau lagi sepi cuma laku satu atau dua kg saja. Tapi saat ramai bisa laku hingga lima kg. Satu kg dijual seharga Rp80.000 per kg," kata Juwairiah, Minggu (8/1/2017).

Juwairiah telah menekuni usaha ini sejak 15 tahun silam. Namun dalam sebulan ia hanya mampu meraup untung sekitar Rp1 juta saja.

"Itu sudah keuntungan bersih jika penjualan lancar. Kita tak banyak memperoleh keuntungan karena banyak juga biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan produksi. Ditambah ada sekitar tiga warga lain yang juga usaha yang sama," ungkapnya.

Juwairiah sadar, jika dalam setiap menjalankan usaha rumahan mengaku kadang untung kadang rugi. Ancaman kerugian salah satunya saat bahan baku berupa ikan Tenggiri harus dibeli meskipun dengan harga mahal, bahkan terkadang naik dua kali lipat.

"Ini saja sudah hampir sebulan terakhir harga Tenggiri mencapai Rp50.000 per kg. Saat harga normal, Rp20.000 saja. Meskipun bahan bakunya mahal, namun kita tak mau menaikkan harga dari harga jual, yakni Rp80.000 per kg. Tujuannya supaya pembeli tidak terbebani," kata dia.

Juwairiah dalam memproduksi kerupuk jumlahnya bervariasi tergantung tergantung dari ketersediaan bahan baku. "Tiap sekali produksi paling sedikit 10 kg Tenggiri. Sedangkan jika produksi besar bisa mencapai 100 kg," ujarnya.

Sementara itu, untuk menyiasati dalam penjualan kerupuknya ia membuat dua kemasan berbeda, yakni ada yang berisi 500 gram dan ada yang 1 kg.

"Pembeli kebanyakan dari Kuala Pembuang dan sekitarnya. Sedangkan untuk pemasaran dijual kembali ke Sampit minimal dalam sebulan sekali 30 kg kerupuk yang dibawa ke sana," jelas dia. (PARNEN/B-5)

Berita Terbaru