Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kendal Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Penutupan Lokalisasi PSK Bukan Solusi

  • 03 Februari 2017 - 20:46 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pendamping Orang Dengan HIV/AIDS (Odha) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Maya Embun Sari menilai penutupan lokasi praktek prostitusi (lokalisasi) bukan solusi terbaik.

"Kalau mau gusur atau tutup lokalisasi sangat mudah. Tinggal siapkan anggaran, perintahkan petugas dan kerahkan alat berat, selesai. Tapi itu bukan solusi berantas praktek prostitusi," cetus perempuan yang akrab disapa Mba I'ie, kepada Borneonews, Jumat (3/2/2017).

Justru, terang Mba I'ie, dengan penutupan lokalisasi bisa memunculkan lokalisasi terselubung. Jika terjadi demikian, akan menyulitkan proses penanganan efek kesehatan seperti HIV/AIDS.

"Dengan begitu akan menyulitkan kami mendeteksi tempat mangkalnya di mana, harus memberi informasi tentang kesehatan bagaimana Bagaimana jika setelah ditutup mereka tetap beroperasi, tetapi sembunyi-sembunyi" tanya perempuan berjilbab itu.

Selama masih ada lokalisasi, sebut dia, mempermudah perlindungan medis dan kekerasan terhadap PSK. Ia mencontohkan lokalisasi Dukuh Mola (Kalimati Baru), pendampingannya telah melibatkan berbagai pihak, baik dari Komisi Penanggulangan AIDS, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial.

"Bahkan para PSK secara sadar memeriksakan diri kesehatannya secara berkala. Sistem tersebut sudah terbangun lama," ucap Mba I'ie. "Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan tanpa adanya prostitusi," katanya lagi.

Menurut perempuan yang juga Anggota Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kobar itu, dikskriminasi dan stigmatisasi masih kental diletakkan pada komunitas PSK. Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya wacana Indonesia bebas prostitusi di 2019 mendatang.

Bahkan, lanjutnya, wacana penutupan sejumlah lokalisasi di Kabupaten Kobar juga sudah menyeruak dan menjadi kekhawatiran bagi PSK. Kondisi tersebut semakin membuat posisi tawar PSK lemah, semakin rentan. Baik rentan terhadap kekerasan dan rentan resiko kesehatan, serta potensi terpapar HIV/AIDS bisa menjadi lebih tinggi.

Mba I'ie menambahkan, persoalan PSK bukan hanya persoalan moralitas, melainkan persoalan sosial. Menurutnya, menjadi pekerja seks bukan keinginan melainkan sebuah pilihan di mana negara tidak mampu memberikan lahan pekerjaan.

"Memilih pekerjaan lain sangat dimungkinkan secara perlahan dan tanpa paksaan, namun penggusuran dan penutupan bukanlah pilihan bijak," tandasnya. (FAHRUDDIN FITRIYA/B-2)

Berita Terbaru