Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Solok Selatan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

HKTI Desak Pemerintah Revisi UU Soal Lahan Gambut

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 08 Maret 2017 - 14:30 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pemerintah diharapkan merevisi sejumlah aturan kontroversial dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

"Revisi perlu segera dilakukan karena aturan itu akan menyulitkan masyarakat yang sudah turun temurun memanfaatkan lahan gambut untuk kehidupan. Ketentuan mengenai tinggi muka air 0,4 meter misalnya tidak hanya mengkriminalisasi pengelolaan kebun sawit namun juga bagaikan guillotine yang siap memenggal mati kehidupaan masyarakat yang hidupnya tergantung dari perkebunan sawit," kata Ketua Bidang Pengolahan Hasil Perkebunan DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Didik Hariyanto, kepada pers di Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Didik meminta Presiden Jokowi segera merevisi PP ini khususnya pasal-pasal kontroversial tersebut.

"Saya kira Bapak Presiden perlu diberi masukan bahwa ada 344.000 kepala keluarga (kk) yang hidupnya bergantung pada kebun sawit di lahan gambut," papar dia.

Kebijakan pemerintah, lanjut Didik, seharusnya melindungi investasi di industri sawit dalam upaya memperkuat ekonomi domestik untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Apalagi pada tahun ini, menteri keuangan ekonomi Indonesia mengandalkan peningkatan konsumsi domestik sebagai antisipasi kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J Trump.

"Selain merevisi, Presiden Jokowi perlu mendengar masukan dari para pemangku kepentingan yang terlibat langsung. Mereka berulang kali menyampaikan teriakan dan jeritan permintaan perlindungan lewat berbagai forum agar tidak mematikan industri sawit," ujar Didik.

Beberapa aturan kontroversial dala PP Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut antara lain menyangkut kriteria gambut rusak yang ditetapkan hanya berdasarkan muka air gambut yang paling rendah 0,4 meter. Selain itu, penetapan 30% dari Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) sebagai fungsi lindung akan mematikan ekonomi rakyat dan investasi.

Pasal lain yang perlu direvisi, yakni aturan mengenai pemberlakuan moratorium pembukaan baru atau land clearing pada lahan gambut, menyetop izin yang diberikan untuk pemanfaatan lahan gambut, serta mengatur pengambilalihan lahan yang terbakar oleh pemerintah. (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru