Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Tidore Kepulauan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Sembilan Juta Hektare Lahan Adat Tumpang Tindih

  • Oleh Budi Baskoro
  • 16 Maret 2017 - 15:20 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Sebanyak 9,97 juta hektare wilayah adat di Indonesia telah dipetakan oleh Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP). Namun, dari jumlah itu sembilan juta hektare di antaranya tumpang tindih dengan kawasan hutan.

Selain itu, lahan adat yang terpetakan itu juga tumbang tindih dengan kawasan izin pertambangan 1,8 juta hektare, dengan izin perkebunan kelapa sawit 1,3 juta hektare, dan hutan tanaman industri (HTI) 1,5 juta hektare.

Data itu diungkapkan Deny Rahadian, Direktur Eksekutif JKPP, dalam Sarasehan Masyarakat Adat bertema 'Mewujudkan Kedaulatan Wilayah Adat', yang merupakan rangkaian kegiatan Kongres V Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Tanjung Gusta, Deli Serdang-Medan, Kamis (16/3/2017).

Deny mengungkapkan, banyaknya lahan yang tumpang tindih menyebabkan konflik sosial rentan terjadi di wilayah adat. Namun, kata dia, konflik itu dapat dicegah dengan sejumlah cara. "Identifikasi, inventarisasi, dan dokumentasi wilayah adat," kata dia menyebut langkah pertama.

Selain itu, harus ada pengorganisasian, dan peningkatan kapasitas masyarakat adat. Langkah berikutnya, masyarakat adat harus memanfaatkan peluang kebijakan pemerintah, yang membuka ruang bagi keberlanjutan masyarakat adat. Salah satunya, melalui kebijakan satu peta wilayah adat. "Implemetansi kebijakan satu peta dalam setahun yang belum ada peta wilayah adat," kata Deny.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Huma, Dahniar Andriani, menuturkan, proses pengurusan pengakuan masyarakat adat, memang tidak mudah. Itu karena selama ini, segala yang terkait dengan mereka harus berurusan dengan sejumlah kementerian yang berbeda.

"Terkait dengan lingkungan hidup dengan mereka harus berurusan dengan KLHK. Terkait masalah tanah dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, soal organisasi dengan Kemendagri," bebernya.

Ia mengatakan, sekalipun masyarakat adat sudah mendapat pengakuan soal hutan atau wilayahnya, mereka tetap harus bekerja serius mengawal segala masalah yang urusannya terkait dengan kewenangan lembaga yang berbeda-beda itu. (BUDI BASKORO/B-2)

Berita Terbaru