Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Sekadau Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Redam Kampanye Negatif Sawit, Ini Harus Dilakukan Indonesia

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 21 Maret 2017 - 18:40 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Kampanye negatif terhadap produk berbasis sawit terus digaungkan Uni Eropa. Bagaimana cara mengatasinya

Parlemen UE bahkan siap melakukan voting untuk menyikapi penggunaan minyak sawit untuk berbagai produk, termasuk biodiesel. Tujuan dari voting itu utamanya untuk menghentikan penggunaan minyak sawit dari program biodiesel Eropa pada 2020 dan diterapkan satu sistem sertifikasi minyak sawit Eropa.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadil Hasan, menilai gencarnya kampanye negatif yang dilakukan oleh negara-negara Barat terhadap sawit negara Asia, khususnya Indonesia, lebih dilandasi oleh aspek bisnis ketimbang lingkungan.

Tapi tetap saja kondisi harus disikapi Indonesia dengan lebih bijak. Caranya dengan mengembangkan teknologi lebih maju dalam pengelolaan perkebunan sawit dan pengolahan minyak sawit, serta diterapkan sertifikasi untuk semua jenis produk berbasis sawit.

Meski menjadi produsen dan eksportir minyak sawit terbesar dunia, tapi Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia di sektor industri sawit.

Bayangkan, lembaga riset sawit milik pemerintah Malaysia, Malaysian Palm Oil Board, sudah memiliki 87 hak paten yang didaftarkan di Amerika Serikat, sementara Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tak memiliki satu pun.

Berdasarkan penelitian Lars Bruno, yang pernah dipaparkan dalam ajang konferensi tahunan Economic History Society's 2016 di Cambridge, ada perbedaan mencolok dalam hal penguasaan teknologi pengelolaan dan pengolahan sawit antara Indonesia dengan Malaysia, dua negara yang notabene adalah penghasil sawit terbesar dunia.

Menurut Bruno, ada dua sisi yang saling bertentangan dalam pengembangan industri kelapa sawit.

Di satu sisi, ada kekhawatiran terjadinya deforestasi dan perusakan habitat alami dari banyak spesies. Tapi di sisi lain, industri sawit mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan. Itulah mengapa negara-negara berkembang yang cocok untuk pengembangan industri sawit, memilih komoditas ini sebagai andalan untuk memacu ekonomi.

Tapi tanpa perlu memikirkan dua sisi yang saling bertentangan tadi, yang lebih penting dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan penguasaan teknologi.

Bruno mencontohkan, sebuah teknolog baru yang memungkinkan ekstraksi minyak sawit dalam volume lebih besar per pohon, sehingga tak membutuhkan lahan lebih luas. Imbasnya, kerusakan pada lingkungan akan semakin kecil.

Selain itu, berbagai kemajuan dalam hal teknologi akan membuat industri sawit lebih menguntungkan, yang akan menyejahterakan negara-negara penghasil sawit. Dan yang tak kalah penting, dengan lebih banyak produk berbasis sawit diolah secara berkelanjutan dan bersertifikasi, akan lebih mudah memasuki pasar Eropa, sekaligus meredam kampanye negatif.   (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru