Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Yahukimo Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Soal Pemakzulan Yantenglie, Ketua DPRD: Tidak lagi Gelar Rapat Paripurna, Putusan MA Langsung Dikirim ke Mendagri

  • Oleh Abdul Gofur
  • 03 April 2017 - 20:17 WIB

BORNEONEWS, Kasongan - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Katingan tidak akan menggelar rapat paripurna terkait rencana mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan dewan untuk memakzulkan Bupati Ahmad Yantenglie.

"Kita tidak akan menggelar rapat paripurna itu. Otomatis kita akan langsung membuat surat saja mengirim ke Mendagri melalui Gubernur Kalimantan Tengah," sebut Ketua DPRD Katingan, Ignatius Mantir Ledie Nussa di gedung dewan setempat, Senin (3/4/2017).

Menurutnya, surat yang bakal dikirimkan ke Mendagri yakni lampiran petikan putusan pihak MA yang mengabulakn permohonan DPRD Katingan terkait pemberhentian Ahmad Yantenglie dari jabatannya sebagai bupati.

Menurut Ignatius, putusan MA terkait skandal perselingkuhan Ahmad Yantenglie sudah final.

"Jadi putusan MA sudah final, inkrah tidak ada tafsir-tafsir dan tidak ada alasan lagi Mendagri untuk tidak menyetujui putusan MA itu," imbuhnya.

MA mengabulkan permohonan DPRD Katingan terkait kasus perselingkuhan Bupati Katingan, Ahmad Yantenglie. Amar putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Dr H Supandi, SH, M.Hum, beserta anggota IS Sudaryono, SH, MH dan Dr H Yulius, SH, MH, pada Rabu (29/3/2017).

Dalam salinan amar putusan yang dikutip dari website Mahkamah Agung RI (putusan.mahkamahagung.go.id) dengan nomor 2P/KHS/2017, berbunyi Mengabulkan Permohonan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan, tanggal 14 Februari 2017,

Kemudian, menyatakan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan Nomor 7 Tahun 2017, tanggal 13 Februari 2017, tentang Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan atas Dugaan Perbuatan Tercela, Melanggar Etika dan Melanggar Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Katingan, berdasar hukum.

Dalam amar putusan itu juga terlihat ada sejumlah poin yang menjadi pertimbangan. Pertama, Ahmad Yantenglie selaku Bupati Katingan dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang bersangkutan bersalah karena tidak mencatatkan perkawinan kedua dengan Farida Yeni.

"Karena yang tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah berindikasikan penyelundupan hukum untuk mempermudah poligami tanpa prosedur hukum, dan menjadi masalah dalam status, hak-hak waris dan hak-hak lain atas kebendaan," demikian kutipan dalam amar putusan di website MA.

Kemudian, Ahmad Yantenglie juga dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran, Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf a, b, c, Pasal 9, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Bahwa jikalau pun telah terjadi perkawinan kedua Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) dengan Farida Yeni. Termohon juga tidak melaksanakan kewajiban hukumnya karena seharusnya mengajukan permohonan perkawinan tersebut ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya," tulis bunyi putusan tersebut.

Atas dasar perbuatan Yantenglie diklasifikasikan telah melakukan perbuatan tercela, melanggar etika, dan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak melaksanakan ketentuan Pasal 67 huruf b dan d UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menghendaki Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan serta wajib menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Ahmad Yantenglie telah melanggar sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) juncto Pasal 76 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu tidak memenuhi kewajiban sebagai Kepala Daerah untuk menjalankan UU Nomor 1 Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya dengan selurus-lurusnya. (ABDUL GOPUR/B-5) 

Berita Terbaru