BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Seiring pemberlakuan sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah diberlakukan per 1 Januari 2014, peran pelayanan kefarmasian semakin meningkat dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) melalui penggunaan obat yang rasional (POR).

Berdasarkan hasil survei Ditjen Bina Farmasi dan Alkes Kementerian Kesehatan menunjukkan, puskesmas perawatan yang telah menerapkan pelayanan kefarmasian sesuai standar baru mencapai 25%.

Menurut Apoteker Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat Mia Andriyani, kondisi ini menggambarkan sebagian besar puskesmas perawatan masih belum menerapkan pelayanan kefarmasian yang baik.

Hal ini menjadi penghambat pencapaian pelayanan kefarmasian yang optimal yang akan tercermin dengan rendahnya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. "Dengan demikian perlu upaya keras untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang diharapkan," ujarnya.

Ia menjelaskan, berdasarkan fakta di lapangan persentase puskesmas perawatan sebagai basis pelayanan primer yang sudah memiliki tenaga apoteker dan menjalankan pelayanan kefarmasian secara komprehensif baru sekitar 25%, apakah sisanya yang 75% siap mengikuti lajunya tuntutan zaman atau wait and see.

Salah satu upaya penting dalam mewujudkan peran apoteker adalah pelayanan informasi obat untuk provideri petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan Qualiry of Life pasien, sehingga diharapkan peningkatan kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian dan dapat dirasakan dampak positifnya oleh masyarakat secara umum.

"Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap responsir dan aspek kedisiplinan dan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk melayani secara komprehensif perlu dibuat suatu prosedur tetap yang berkualitas, teruji dan dapat dipercaya," jelasnya. (CECEP HERDI/B-6)