Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Sekilas Tentang Solen Singkal Saing, Pemangku Adat Riam Panahan (8)

  • Oleh Wahyu Wulandari
  • 06 Mei 2017 - 14:30 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Setelah semua prosesi ikat tongang selesai, warga Desa Riam Panahan menemani para peserta trial trip berkeliling kampung yang dihuni tidak kurang dari 280 jiwa ini.

Saya memilih berjalan beriringan bersama Bapak Solen dan Mas Bayu, salah satu peserta trial trip yang merupakan seorang tour operator.

"Nama Saya Solen S. Saing. Nama Saya Solen, S itu Singkal nama Bapak Saya. Kalau Saing itu nama kakek saya. Jadi kalau disingkat 3 S, Solen Singkal Saing,' ujarnya memperkenalkan diri sesaat sebelum kami mengelilingi desa.

Banyak cerita yang saya dapatkan selama kurang lebih setangah jam mendengarkan demang pemangku adat yang bergelar Mas Jayang ini. Pria berumur 71 ini masih terlihat segar bugar di usia beliau yang terbilang lanjut.

"Memang saya orang yang pemalas, Saya lebih mementingkan untuk menjaga badan saya,' ujar Solen sambil bercanda.

"Saya juga senang mencari tahu ke orang-orang belajar bagaimana menjaga badan agar selalu sehat,' tambahnya.

Solen juga bercerita mengenai keluarganya. Ia memiliki empat anak, 10 cucu dan dua orang buyut. Bapaknya meninggal dunia pada usia 125 tahun dengan gigi masih utuh. Ia percaya bahwa itu karena tradisi menginang yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari.

"Bapak saya meninggal tahun 1991. Umurnya 125 tahun. Giginya masih utuh karena menginang." Ujarnya.

Kakek yang mendapatkan gelar adat sejak masih muda ini juga memiliki bakat mengukir. Salah satu karyanya adalah pintu rumah beliau sendiri yang terbuat dari satu batang kayu tapang. Kayu tersebut diukir berbentuk naga yang berhadapan dengan pelanduk atau kancil dalam bahasa Indonesia.

"Saya mengukir pintu itu pada 1983, selama sebelas hari. Pintu itu bukan peninggalan bapak, bukan peninggalan kakek. Saya sendiri yang membuat,' ujarnya bersemangat.

Solen juga menceritakan mengenai makna naga dan pelanduk yang saling berhadapan.

"Kalau kejar-kejaran, tidak akan berakhir persoalan, tetapi kalau berhadapan mau tidak mau harus diselesaikan,' ungkap beliau.

"Makna lainnya pelanduk itu meskipun kecil tapi dia cerdik, belum tentu naga yang besar itu menang jika berhadapan dengan pelanduk,' tambahnya.

Saya takjub mendengar penjelasan adik dari mantan demang adat lima desa ini. Sungguh bijak pesan beliau dalam sebuah ukiran pintu, bahwa setiap permasalahan harus diselesaikan, bukan malah melarikan diri dari masalah. Dan jangan pernah meremehkan orang lain hanya karena penampilannya saja. (WAHYU WULANDARI/m)

Berita Terbaru