Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Juni-Juli 2017, 50 Perusahaan akan Terima Sertifikat ISPO

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 30 Mei 2017 - 17:00 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) akan menerbitkan 50 sertifikat bagi perusahaan sawit pada Juni hingga Juli tahun ini.

"Target kami, 50 sertifikat bisa diterbitkan dan diserahkan setelah Lebaran 2017, kalau bisa bertepatan dengan Hari Krida Pertanian," kata Ketua Sekretariat Komisi ISPO, Aziz Hidayat, kepada pers di Jakarta, Selasa (30/5/2017).

Berdasarkan catatan Sekretariat ISPO, terdapat 523 perusahaan sawit, 3 KUD kebun plasma, dan satu asosiasi petani swadaya yang mengikuti sertifikasi ISPO. Dari jumlah tersebut, laporan hasil audit (LHA) yang diterima Sekretariat Komisi ISPO ada 376 yang mana sertifikat ISPO sebanyak 226 di antaranya telah diterbitkan, 11 ditunda pengakuannya, 30 laporan siap diterbitkan, dan 71 laporan dalam proses verifikasi.

Khusus untuk 11 laporan yang masih tertunda, saat ini masih dalam proses pemenuhan syarat dan standar yang ditetapkan. Ke-11 laporan tersebut ditunda penerbitan sertifikatnya karena ketika dilakukan verifikasi di lintas kementerian ternyata masih belum memenuhi syarat terkait lingkungan, legalitas, atau baku mutu air.

"Ada yang sudah lengkap, clean and clear, ternyata pemeringkatan kinerja oleh Kementerian LHK (PROPER) masih merah. Mereka harus memperbaiki itu dulu sampai PROPER menjadi hijau atau biru, setelah itu prosesnya dilanjutkan berdasarkan catatan terakhir, tidak diaudit ulang," papar Aziz.

Aziz mengatakan, draf peraturan presiden (perpres) tentang penguatan ISPO saat ini masih dalam tahap konsultasi publik. Proses itu dilakukan di empat wilayah produsen kelapa sawit di Indonesia, yakni di Riau untuk wilayah Sumatera, Palangkaraya untuk Kalimantan, Palu untuk Sulawesi, dan Sorong untuk Papua.

"Konsultasi publik dijadwalkan rampung pada Juni 2017. Konsultasi publik yang pertama telah dilakukan di Riau, lalu di Palangkaraya, Sorong, baru di Jakarta," ujarnya.

Aziz menambahkan, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, suatu kebijakan harus melalui konsultasi publik. Pada saat penyusunan draf, memang telah melalui diskusi lintas lembaga dan asosiasi, namun saat ini diarahkan ke daerah untuk sosialisasi dan menampung tanggapan petani di daerah.

"Dari pelaksanaan konsultasi publik yang pertama, peserta lebih banyak minta penjelasan terkait legalitas. Legalitas ini menyangkut rencana pewajiban sertifikasi ISPO bagi petani, soal legalitas ini memang butuh exit policy," tutur Aziz. (NEDELYA RAMADHANI/m)


TAGS:

Berita Terbaru