Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Mahakam Ulu Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ini Kesibukan di Kawasan Industri CBI Group

  • Oleh Nazir Amin
  • 30 Mei 2017 - 20:32 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Ini kesibukan di Kawasan Industri Surya Borneo Indah (SBI), di Tempenek, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Dalam kawasan seluas 100 hektare itu, sedang digenjot pembangunan downstream project. Inilah cikal bakal hilirisasi industri sawit milik Haji Abdul Rasyid AS, pendiri Citra Borneo Indah (CBI) Group, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS).

"Mudah-mudahan semua berjalan sesuai rencana. Kawasan ini kami garap sejak 2014, masih berupa rawa, tanpa fasilitas pendukung. Rencananya, awal 2018, secara komersial minyak goreng kemasan CBI Group memasuki pasar ekspor. Lainnya, menyusul, bertahap," kata Rudy Ferdinand Bokslag, Head of Downstream Project CBI Group kepada Borneonews, yang menghubunginya, dari Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Selasa (30/5/2017).

Downstream project, maksudnya industri hilir, yang bisa terdiri dari beragam industri, seperti fatty acids, fatty alcihol dan beratus-ratus produk lainnya, semuanya berbahan baku utama CPO. Setidaknya, hampir 300 produk industri dari turunan minyak kelapa sawit, yang sudah dikenal secara luas.  

Kawasan Industri CBI Group itu tidak berpretensi meraup semua peluang bagus itu. Tetap mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang ada, antara lain kapitalisasi permodalan. Selain itu, analisa bisnis, dan peluang di tengah ceruk pasar, yang persaingannya cukup ketat, juga keras. Karena itu, dimulai dengan mengeluarkan minyak goreng kemasan, yang menyasar pasar ekspor.

Serius bekerja

Saat berkunjung ke Kawasan Industri SBI di Tempenek, Kumai, suatu siang-sore pertengahan Mei 2017, terlihat kesibukan para pekerja, yang datang dari sejumlah wilayah di Tanah Air. Mengenakan pakaian, sepatu, lengkap dengan helm proyek, mereka serius bekerja sesuai bidang, dan penugasan masing-masing.

Di bagian depan, sejumlah petugas keamanan menjaga portal, sekaligus memastikan siapapun yang datang telah melalui proses pemeriksaan sesuai prosedur standar. Mereka dengan senang hati mengantar Borneonews menemui Rudy Bokslag, pria bertubuh tinggi besar, yang mengepalai proyek berbiaya hampir Rp7 triliun itu.

Sebelum masuk kawasan yang secara keseluruhan sudah digarap hampir 43 hektare itu, terlihat jejeran truk para kontraktor yang terlibat proyek refinery tersebut. Di bagian dalam, tak jauh dari pintu masuk, juga ada beberapa truk angkutan Crude Palm Oil (CPO), dan inti sawit, palm kernel oil, lalu-lalang. Rudy bercerita, nantinya, jika keseluruhan megaproyek itu rampung takkan terlihat lagi kendaraan besar itu. 

Karena, minyak kelapa sawit, dan inti sawit, bahan baku untuk proyek downstream itu, seluruhnya dialirkan melalui pipa baja. Hal itu sekaligus untuk memastikan, semua berlangsung secure and safety. Jadi, nantinya tidak boleh sembarang orang berlalu-lalang di kawasan tersebut. Hanya yang memiliki otoritas tertentu yang bebas masuk-keluar, sesuai prosedur tetap. 

Di sejumlah areal, yang sebagian besar sudah tertimbun material tanah, tergeletak tiang pancang beton berukuran rata-rata 12 meter. Sebagian sudah tertancap di tanah, dalam areal tertentu, yang bakal dijadikan bangunan. Karena kontur tanahnya yang labil, seluruh bangunan memakai tiang pancang beton produk PT Wijaya Karya Tbk itu.

Beberapa bangunan sudah berdiri. Yang menonjol, terlihat mencolok di siang nan terik tanpa pepohonan, terdapat sejumlah tangki penampung CPO berwarna putih kekuningan, menjulang setinggi kurang lebih 40-an meter. Tangki yang masing-masing berkapasitas 6 ribu ton CPO, untuk satu bangunan setidaknya membutuhkan 82 tiang pancang, yang terbuat dari beton produk WIKA itu. Bayangkanlah biayanya jika sebuah tiang beton berukuran 12 meter seharga Rp2,6 juta.

Pada beberapa areal sudah ada bangunan, ataupun yang masih berupa jajaran tiang pancang beton, dan rangka baja. Lainnya, kompleks perkantoran sementara berpendingin maksimal, yang dipakai Rudy Bokslag dan anggota tim bekerja, nyaris setiap hari dari pagi, terkadang sampai larut malam. 

Masih ada areal berupa rawa, dengan airnya yang jernih coklat-kehitaman. Rudy bercerita, areal itu nantinya digunakan untuk bangunan lain dalam Kawasan Industri SBI tersebut. Dari target 2020 semua proyek kawasan industri terpadu itu rampung, nantinya CBI Group ini bisa memproduksi beragam barang bernilai jual tinggi untuk ekspor.

Megaproyek sawit

Kawasan Industri Surya Borneo Industri (SBI), sesungguhnya sejak lama menjadi impian pengusaha nasional asal Kalteng, Haji Abdul Rasyid AS. Owner Citra Borneo Indah (CBI) Group dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk itu, terobsesi membangun megaproyek industri sawit, yang melahirkan produk jadi berbagai turunan minyak kelapa sawit tujuan ekspor. Jadi, tidak lagi menjadi penyuplai Crude Palm Oil (CPO), dan Kernel, seperti dilakoni selama ini.

Kepada Direktur BNI Putrama Wahyu Setyawan dan rombongan, yang berkeliling meninjau pembangunan Kawasan Industri SBI, di Tempenek, Kumai, Rabu (10/5/2017), penuh semangat H. Abdul Rasyid menceritakan keinginan lamanya itu. Ia menginginkan, bahan baku CPO di Kotawaringin Barat, terutama dari jaringan perkebunan kelapa sawit, yang dibangunnya sejak puluhan tahun lalu, semuanya diekspor dalam bentuk produk jadi. 

"Bukan lagi minyak kelapa sawit. Kami masuk refinery, biodiesel, olio, dan sebagainya, semua untuk kebutuhan pasar internasional," kata mantan anggota MPR RI (1999'2004) utusan daerah Kalimantan Tengah itu.

Kedatangan Direktur BNI Putrama Wahyu Setiawan dan rombongan itu, di Kotawaringin Barat, sejak Selasa (9/5/2017), memang ingin melihat langsung perkembangan bisnis CBI Group, dan PT SSMS Tbk. Januari 2017, jaringan bisnis H. Abdul Rasyid mendapatkan fasilitas kredit Rp6 triliun dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Fasilitas kredit ini dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Melalui bendera PT Surya Borneo Industri (SBI), CBI Group melebarkan sayap usahanya ke sektor hilir, atau downstream project dengan membangun komplek industri SBI, yang kelak bisa menampung belasan ribu tenaga kerja. Nilai investasi yang digelontorkan untuk pembangunan proyek raksasa berorientasi ekspor ini, mencapai hampir Rp7 triliun.

Direktur Komersial PT Surya Borneo Industri (SBI), Ramzi Sastra, menyebutkan, setidaknya ada empat perseroan yang meramaikan Tempenek, Kumai itu. SBI sebagai pengelola Kawasan Industri SBI, seperti impian lama H. Abdul Rasyid.

Tiga perusahaan lainnya, PT Citra Borneo Utama (CBU), yang memproduksi minyak goreng (olein) dan stearin. Lainnya, PT Citra Borneo Energy (CBE), dengan produksi Biodiesel dan Glycerin. Terakhir, PT Citra Borneo Chemical (CBC), nantinya menghasilkan fetty acids, fatty alcohol dan produk oleo chemical, dan lain sebagainya. 

"Berbagai produk berorientasi ekspor akan kami produksi dari Kawasan Industri SBI di Tempenek, Kumai," kata Ramzi Sastra, beberapa waktu lalu.

Pembangunan Kawasan Industri SBI itu, akan melengkapi bisnis Haji Abdul Rasyid, menggarap industri sawit dari hulu sampai ke hilir. Di sektor hulu, ada PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, yang kini dipimpin Dirut Vallauthan Subraminam, bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. 

Lalu, PT SBI di sektor hilir beroperasi di bidang industri, dan tiga perusahaan lainnya, dengan sasaran produksi bernilai jual tinggi. Untuk itu semua, mulai dibangun rifenery, biodiesel dan olio di Kumai. Di komplek industri Tempenek itu nanti CPO diolah sampai menjadi barang jadi yang siap jual di retail.

Haji Abdul Rasyid mengungkapkan, keinginannya menciptakan produk yang mampu bersaing, karena barang berbahan baku minyak sawit itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Ia menyebutkan, antara lain, minyak goreng, biosolar, atau biodiesel, bahan bakar nabati masa depan dunia, ditambah bahan obat-obatan, bahan baku kosmetik, sampo, sabun, dan berbagai macam produk lainnya, dengan brand mendunia. (NAZIR AMIN/B-2)

Berita Terbaru