Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bintan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pemerintah dan Dunia Pendidikan tidak Peka Perkembangan Industri

  • Oleh Nazir Amin
  • 20 Juni 2017 - 12:26 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pemerhati sosial ekonomi Maslipansyah menyayangkan tidak pekanya pemerintah daerah, dan dunia pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah terhadap perkembangan industri sawit, dan dunia kerja. Industri CPO di Bumi Marunting Batu Aji berkembang cepat, tetapi tidak diikuti dengan ketersediaan tenaga lokal yang memadai.

"Terus-terang saya prihatin melihat kondisi ini. Ada ketidakpekaan, saya tak mau menggunakan kata tidak peduli, dalam membaca perkembangan di lapangan. Mungkin kita semua gagal melihat kemajuan, sehingga gampang puas dan akhirnya berbuat biasa-biasa saja," kata Maslipansyah dalam wawancara khusus dengan Borneonews, di Pangkalan Bun, Selasa (20/6/2017). 

Tokoh muda Kobar ini menyebutkan, meski kalah dari Sumatera, sejarah perkebunan, dan industri kelapa sawit di Kobar sudah cukup lama, puluhan tahun. Seharusnya hal itu bisa dibaca sejak awal dari berbagai aspek, tidak saja dari sisi penambahan pendapatan asli daerah (PAD), retribusi dan pajak. "Seharusnya kita semua bisa mengantipasi perkembangan dunia sawit itu dari berbagai sisi."

Maslipansyah menunjuk pembangunan megaproyek Kawasan Industri PT Surya Borneo Industri (SBI) di bawah Citra Borneo Indah (CBI) Group, di Tempene, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, yang dimulai sejak 2014. Hilirisasi industri Crude Palm Oil (CPO) milik pengusaha nasional asal Kalteng Haji Abdul Rasyid AS itu, akan memproduksi beragam produk industri berdaya saing tinggi, dengan sasaran pasar ekspor ke berbagai belahan dunia.

"Bayangkan dari Tempene, Kumai, wilayah yang beberapa tahun lalu masih berupa, ibaratnya tempat jin buang anak, akan lahir bermacam-macam produk industri untuk kebutuhan warga internasional," katanya dengan mata berbinar-binar penuh kebanggaan sebagai anak daerah.

Megaproyek sawit 

Kawasan Industri SBI, sesungguhnya sejak lama menjadi impian H. Abdul Rasyid AS. Owner Citra Borneo Indah (CBI) Group dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) itu, terobsesi membangun megaproyek industri sawit, yang melahirkan produk jadi berbagai turunan minyak kelapa sawit tujuan ekspor. 

Jadi, kelak CBI Group tidak lagi menjadi penyuplai Crude Palm Oil (CPO), dan Kernel, seperti dilakoni selama ini.

 Haji Abdul Rasyid menginginkan, bahan baku CPO di Kotawaringin Barat, terutama dari jaringan perkebunan kelapa sawit, yang dibangunnya sejak puluhan tahun lalu, semuanya diekspor dalam bentuk produk jadi. Semua diolah menjadi barang industri untuk dunia internasional. 

"Jadi, bukan lagi minyak kelapa sawit. Kami masuk refinery, biodiesel, olio, dan sebagainya, semua untuk kebutuhan pasar internasional," kata mantan anggota MPR RI (1999'2004) utusan daerah Kalimantan Tengah itu.

Seperti kata Rudy Ferdinand Bokslag, Head of Downstream Project CBI Group kepada Borneonews, beberapa waktu lalu, Kawasan Industri SBI akan mengerjakan Downstream project, maksudnya industri hilir, yang bisa terdiri dari beragam industri. Di antaranya, fatty acids, fatty alcihol dan beratus-ratus produk lainnya, semuanya berbahan baku utama CPO, atau minyak kelapa sawit. 

Setidaknya, hampir 300 produk industri dari turunan minyak kelapa sawit, yang sudah dikenal secara luas bisa diproduksi. Meski begitu, dengan berbagai pertimbangan perseroan tentu tidak menyasar semuanya. Dalam fase pertama proyek dalam kawasan seluas 100 hektare itu, setidaknya ada lima plant atau pabrik yang saat ini dikebut pembangunannya; Refinery Plant, Molding Filling dan Packing, Biodiesel plant, Kernel Crushing Plant (KCP), dan Shortening plant.

"Targetnya, awal 2018 produksi minyak goreng kemasan CBI Group dengan brand sendiri akan memasuki pasar, yang terbesar untuk pasar internasional," urai Direktur Komersial PT SBI, Ramzi Sastra, belum lama ini.

Kurang peduli

Melihat apa yang dikerjakan dan akan diproduksi CBI Group di Tempene itu, Maslipansyah sungguh geregetan, karena pasar kerja lokal tak bergegas menyambutnya. Pria kelahiran Pangkalan Bun ini mengkritik pemerintah daerah, dunia pendidikan, yang menurutnya tak antisipatif, untuk tak menyebut kurang peduli, dengan perkembangan yang ada. 

"Mestinya kita bangun SMK, sampai politeknik, berbasis kebutuhan tenaga kerja industri sawit dengan segala perkembangannya. Kita punya perguruan tinggi (Universitas Antakusuma) di Pangkalan Bun, yang mestinya bisa berbicara banyak," kata alumni pendidikan bahasa Inggris Universitas Palangka Raya itu.

Maslipansyah mengaku pernah berbincang serius dengan Direktur Utama CBI Group Rimbun Situmorang, tentang ketidaksiapan SDM lokal menyambut banyaknya peluang kerja dari industri, teristimewa Kawasan Indutri SBI itu. Padahal, passing grade sudah diturunkan, tetap saja tidak memenuhi ekspektasi. 

Dengan keberadaan megaproyek SBI Kumai itu, mestinya bisa menyerap tenaga kerja lokal mulai SLTA, SMK, sampai level sarjana. Sayangnya, proses seleksi tahap satu yang sudah dimulai beberapa waktu lalu, tidak banyak SDM lokal terjaring. Padahal, sang pemilik kawasan industri SBI, Haji Abdul Rasyid mendedikasikan semuanya untuk masyarakat Kobar, dan Kalimantan Tengah umumnya.

Kendala utamanya, tenaga kerja lokal lebih banyak melamar untuk posisi-posisi di luar bidang yang dibutuhkan perseroan. Maslipansyah juga mengakui fighting spirit anak-anak daerah ini, kurang kuat, cenderung manja, sehingga sangat pemilih, meski tidak diikuti kemampuan mumpuni.

Maslipansyah khawatir kondisi ini akan menimbulkan dampak sosial, yang dapat mempengaruhi stabilitas politik di daerah. Karena itu, putra Majekur, mantan Ketua DPRD Kotawaringin Barat ini, meminta agar masalah ini segera ditangani oleh pihak-pihak berwewenang, sebelum semuanya terlambat.

"Bahaya kalau timbul gap, jurang yang dalam, SDM lokal menjadi penonton, meski karena kesalahan sendiri, kesalahan kita semua dalam mengantisipasi perkembangan yang ada," kata ayah tiga anak itu. (NAZIR AMIN/B-2).

Berita Terbaru