Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bintan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kemarau Diprediksi hingga Oktober, tapi Hujan masih Berpotensi Terjadi

  • Oleh Wahyu Krida
  • 03 Agustus 2017 - 12:56 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Musim kemarau di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) dan sekitarnya diperkirakan berlangsung hingga bulan Oktober. Meski begitu, potensi hujan masih sering terjadi.

"Hal ini terjadi karena di musim kemarau tahun ini diprediksi fenomena el nino yang aktif. Jadi meskipun musim kemarau, potensi pembentukan awan hujan masih terjadi," jelas prakirawan cuaca BMKG Pangkalan Bun Eko Yulianto Nugroho, Kamis (3/8/2017).

Menurutnya, angin muson (monsoon) memiliki peranan penting yang menyebabkan terjadinya musim di Indonesia. "Angin muson terjadi karena adanya gerak semu tahunan matahari. Ketika angin muson barat terjadi, masa udara bertiup dari barat, masa udara yang bertiup berasal dari laut cina selatan yang lembab sehingga wilayah Indonesia kaya akan uap air yang mendukung terjadinya pertumbuhan awan yang menyebabkan banyak hujan," jelasnya.

Sebaliknya, ketika angin muson timur terjadi, masa udara bertiup dari timur, masa udara yang bertiup berasal dari dataran Australia yang bersifat kering sehingga pertumbuhan awan di wilayah Indonesia akan sulit terjadi.

"Terkadang awal mulai, sifat dan durasi musim hujan dan musim kemarau berbeda setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang sangat terkait. Di antaranya el nino dan la nina, dipole mode dan suhu muka laut," jelasnya.

Ia menjelaskan, el nino adalah keadaan di mana suhu muka air laut di Indonesia relatif lebih dingin dari Samudra Pasifik sebelah timur, sehingga wilayah Indonesia, terutama di wilayah Indonesia tengah dan timur kekurangan kelembaban.

"Apabila musim hujan terjadi el nino, maka curah hujannya berkurang dari biasanya, kalau terjadinya di musim kemarau maka kemaraunya lebih kering dari biasanya. Namun la nina adalah kebalikan dari el nino, cenderung mendukung terjadinya hujan," jelasnya.

Sedangkan dipole mode, lanjutnya, hampir sama dengan el nino dan la nina, namun pengaruhnya terjadi di Indonesia bagian barat.

"Suhu muka laut memainkan peran yang signifikan juga, karena apabila suhunya tinggi maka penguapan akan banyak juga dan mendukung proses pembantukan awan," jelasnya. (WAHYU KRIDA/B-2)

Berita Terbaru