Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ini Asal-Usul Pasien Tanpa Kerabat di RSUD Lamandau Yang Diduga Idap Kanker Hati

  • Oleh Hendi Nurfalah
  • 29 Agustus 2017 - 11:10 WIB

BORNEONEWS, Nanga Bulik - Warganet di Kabupaten Lamandau baru-baru ini dihebohkan dengan postingan pengguna media sosial tentang seorang pasien diduga menderita penyakit kanker hati, yang tengah dirawat di RSUD Lamandau.

Yang membuat postingan itu menjadi perhatian khalayak, pasien tersebut berasal dari keluarga tidak mampu. Pasien yang sudah tiga hari tiga malam dirawat di sal umum RSUD itu dikabarkan hanya hidup berdua dengan anak laki-lakinya yang masih berusia 16 tahun. Keduanya tidak memiliki tempat tinggal, biaya, keluarga, dan sanak saudara. Pasien itu bernama Kasimin, 54.

Postingan itu pertama kali diunggah dokter di RSUD Lamandau bernama Lusiana Nova di Instagram dan Facebook pribadinya pada Senin (28/8/2017) sekitar pukul 17.00 WIB.

Pada unggahannya itu, dokter Nova yang bertugas di sal umum mengajak warganet untuk turut membantu Kasimin dan anaknya. Mengingat pasien itu dinilai perlu penanganan lebih lanjut dan dukungan fasilitas yang memadai.

Saat Borneonews melakukan penelusuran di RSUD Lamandau, memang betul ada orang tua yang tampak kurus dengan bagian perut terlihat membengkak. Ia ditemani Tarmin, anak laki-lakinya. Saat itu, Kasimin selalu meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.

Karena Kasimin tidak memungkinkan dibincangi, Borneonews menggali informasi dari Tarmin. Dari perbincangan dengan pemuda 16 tahun itu, terkuak bahwa dia dan ayahnya merupakan perantau dari Cilacap, Jawa Tengah. Mereka menetap di Lamandau sejak 10 tahun yang lalu.

"Dulu 2007, ibu, bapak, dan saya merantau dari Jawa ke sini (Lamandau), tepatnya ke daerah Sampit. Kami tinggal di sana. Ibu dan bapak juga kerja di salah satu perusahaan perkebunan (kelapa) sawit. Segala yang dimiliki di Jawa sudah dijual semua tanpa sisa untuk modal kami merantau," tutur Tarmin.

Namun, sambung dia, ibu dan ayahnya bercerai pada 2010. Sejak itu ayahnya keluar dari perusahaan dan memilih bekerja di kebun milik perorangan, terkadang juga kerja serabutan. "Sejak ibu dan bapak bercerai itu saya ikut dengan bapak. Kami tidak punya tempat tinggal, hanya menumpang di tempat kerja," tutur Tarmin yang mengaku hanya mengenyam pendidikan hingga kelas IV SD. Ia putus sekolah karena alasan ekonomi.

Tarmin dan ayahnya tiga bulan lalu mencoba peruntungan dengan bekerja di Kabupaten Sukamara, tepatnya di Desa Kenawan, Kecamatan Balai Riam. Mereka menjadi buruh di perkebunan sawit milik perorangan.

"Tapi kurang lebih satu bulan terakhir, bapak sering mengeluh sakit di bagian perut. Saya enggak tahu itu maagh, penyakit kuning atau apa. Kalau sakitnya kambuh paling ya saya suka belikan obat warung. Namun makin sini makin parah. Fisiknya juga terus berubah. Perutnya semakin bengkak dan sakitnya tambah parah," bebernya.

Tarmin yang tidak tega melihat kondisi ayahnya memutuskan membawa Kasimin ke RSUD Lamandau. "Meskipun saya juga bingung karena baik saya maupun bapak tidak punya KTP, BPJS atau identitas apapun."

"Namun alhamdulillah saat itu pihak RSUD Lamandau tidak mempersulit, bapakpun bisa dirawat," ujarnya.

Tetapi kebingungan Tarmin belum berakhir. Pasalnya, sampai saat ini kondisi ayahnya tidak kunjung membaik. Dokter juga menyarankan agar Kasimin dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap. Sebab RSUD Lamandau tidak memiliki fasilitas untuk menangani sakit yang diderita sang ayah. Selain itu, tidak ada dokter spesialis yang menangani.

"Sedangkan kami tidak punya uang, tidak punya kerabat, identitas apapun kami tidak punya," keluh remaja itu. (HENDI NURFALAH/B-3)

Berita Terbaru