Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kepulauan Sula Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

PT SSMS Tbk Bangun Kebun Plasma Melalui 4 Metode

  • 03 Oktober 2017 - 19:25 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - General Manager Plasma PT SSMS Tbk, Bambang Ernanto mengatakan pihaknya membangun kebun plasma bersama masyarakat melalui empat metode. Yakni, plasma pasif, swadaya, binaan dan Tanah Kas Desa (TKD). "Untuk TKD ini khas kita, perusahaan lain belum ada. Metodenya kita bangun plasma di areal tanah kas desa di sekitar areal perusahaan, luas kebunnya 10 hektare dan hasilnya akan masuk kas desa," kata Bambang saat ditemui Borneonews di ruang kerjanya, Selasa (3/10/2017).

Ia melanjutkan program ini sudah terbukti berhasil di Desa Rangda dan Mekar Mulia. Saat ini, lahan plasma TKD mereka sudah lunas dan hasilnya sudah total masuk ke kas desa. "Desa itu memang sudah ada anggaran dari pemerintah, namun dengan adanya plasma TKD ini, desa bisa memperoleh pendapatan untuk membangun item-item lain yang tidak tercover anggaran dari pemerintah," ungkap dia.

Metode kedua, lanjut dia, plasma pasif yakni areal kebun plasma yang berada di areal izin perusahaan. Untuk metode plasma ini, masyarakat tinggal menikmati hasil saja. Pengelolaan kebun plasma langsung dilakukan oleh perusahaan. "Kemudian yang ketiga plasma swadaya, masyarakat punya lahan, lalu bekerja sama dengan perusahaan. Kita akan kelola, bibit dari perusahaan, metode pemeliharaan juga sesuai tata kelola perusahaan," terang dia.

Terakhir, kata Bambang, plasma binaan. Metode plasma ini dilakukan dengan menginventarisasi kebun-kebun masyarakat yang sudah terlanjur tertanam, namun hasilnya tidak maksimal. Pemilik kebun akan ditawarkan untuk bekerja sama dengan perusahaan agar hasil kebunnya bisa maksimal. "Banyak saya lihat kebun-kebun masyarakat yang sudah tertanam, pohonnya besar hijau kelihatannya subur, tapi hasilnya kurang menguntungkan bagi masyarakat," ungkap dia.

Salah Pilih Bibit

Menurut Bambang, salah memilih bibit merupakan hal paling umum yang dialami petani sawit. Pasalnya, bibit yang mereka tanam bukan standar bibit yang bagus. Cangkang buahnya tebal, daging buahnya kecil. Saat dimasak, minyak yang dihasilkan sedikit. "Sawit itu ada tiga jenis yakni Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura itu yang cangkangnya tebal, daging buah kecil, sebaliknya Pisifera cangkang tipis buahnya besar. Dua-duanya sulit untuk diolah, yang standar ya Tenera," terang dia.

Namun, lanjut dia, yang terjadi di masyarakat, umumnya petani mengambil bibit dari bawah tegakan sawit. Meski induknya bagus, namun anakan sawit itu tidak bisa dijamin persis seperti induknya. "Bahkan dia nanti bisa balik ke neneknya, ya Dura tadi. Ini sangat menyedihkan menurut saya, mereka mempertaruhkan bibit seperti itu dijaga selama 25 tahun," kata dia.

Oleh karena itu, kata Bambang, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke desa-desa untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat soal pengelolaan tanaman kelapa sawit yang baik. Mulai dari pemilihan bibit, perawatan, pemupukan, pencegahan hama penyakit hingga saat panen. "Setiap saya berjalan ke kampung-kampung, setiap melihat tanaman sawit, saya langsung ambil berondolan, saya belah, dan rata-rata Dura. Harganya memang dibeli harga standar Dinas Perkebunan, tapi kan kena grading (penyortiran tandan buah segar) dan nilainya pasti turun," pungkas dia. (ALEX GUNAWAN/B-8)

Berita Terbaru