Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Lampung Selatan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Petani Kalimantan Tengah Masih Terpinggirkan

  • Oleh Penulis Opini
  • 15 Desember 2017 - 22:30 WIB

Sebagai daerah yang memiliki kondisi geografis agraris, pertanian masih menjadi sektor yang sangat vital bagi masyarakat karena merupakan sumber penghidupan utama bagi penduduk Kalimantan Tengah (Kalteng).

Pada ruang lingkup yang luas sektor pertanian sebenarnya mencakup enam subsektor di antaranya subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Oleh karena itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian tercatat sebagai sektor paling tinggi yang mampu menampung 56 persen atau lebih dari separuh angkatan kerja penduduk Kalteng. Bahkan share-nya juga yang terbesar yakni sekitar 21 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2016. Ini berarti sektor pertanian memiliki peran yang besar dan strategis dalam pembangunan ekonomi di wilayah Kalteng. 

Namun demikian, sungguh disayangkan, para petani masih banyak yang belum mencapai kemakmuran dan taraf hidup seperti yang diharapkan. Penghasilannya tidak cukup untuk membeli berbagai kebutuhan pokok sehari-hari. Hal tersebut dapat tercermin dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang trend-nya kurang memuaskan.

Nilai Tukar Petani

Untuk mengukur proxy kesejahteraan petani, BPS menggunakan indikator NTP yang dirilis setiap bulan hingga level provinsi. NTP diperoleh dari perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran para petani. Sebagai gambaran, angka NTP yang bernilai 100 berarti petani impas. NTP di bawah 100, petani merugi. Adapun angka NTP yang lebih dari 100, bermakna bahwa petani telah diuntungkan.

Pada tiga tahun terakhir trend NTP Kalteng tercatat terus berfluktuasi namun stagnan di bawah 100 (NTP lebih dari 100 hanya terjadi di bulan Februari dan Maret 2017). Itu berarti hasil panen selama ini belum cukup mengganti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan oleh para petani.

Bila dirinci per masing-masing subsektor, yang paling merasakan kesulitan dalam hal usaha adalah petani perkebunan rakyat (kelapa, cengkeh dan robusta) di mana NTP-nya tidak pernah jauh dari angka 90. Selanjutnya, disusul oleh petani tanaman pangan dan holtikultura dengan nilai NTP secara umum sekitar 95.

Terkait hal ini, terdapat dua hal yang menyebabkan rendahnya nilai NTP di Kalteng. Pertama, pada segi pendapatan, hasil penjualan terhadap produk pertanian masih sangat kecil dan jauh dari nilai keuntungan. Kedua, biaya operasional yang telah dikeluarkan petani untuk proses produksi begitu mahal dan jauh dari daya beli.

Fenomena tersebut dapat dikaitkan dengan penyebab tingginya persentase penduduk miskin di desa yang mayoritas merupakan petani. Pasalnya, sejak Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pertama dilakukan lebih dari tujuh puluh persen sebaran penduduk miskin di Kalteng masih memusat dan dominan pada wilayah perdesaan.

Hal ini merupakan tantangan berat bagi pemerintah, persoalan besar yang dihadapi dan tidak berubah dimana masih ada disparitas kemiskinan dan penduduk miskin yang lebih banyak di pedesaan.

Pemanfaatan anggaran dana desa

Peningkatan alokasi dana desa dari tahun ke tahun menunjukkan komitmen Pemerintah Pusat untuk mempercepat pembangunan. Sejalan dengan misi terwujudnya program nawacita yang salah satunya adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI.

Berkaca pada fakta empiris mengenai pertanian di Kalteng, sudah semestinya pemerintah memprioritaskan pembangunan desa pada sektor pertanian. Kebijakan daerah bisa dilakukan terhadap dua sisi baik hasil pertanian maupun proses produksi. Pada hasil pertanian, misalnya, dengan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar dapat menyerap hasil produksi yang ada di desa-desa. Penguatan tersebut juga perlu dilakukan dengan meningkatkan kemitraan yang luas dengan para pelaku pasar. Sedangkan pada proses produksi, pemerintah bisa melakukan kebijakan pupuk bersubsidi dan bantuan peminjaman modal yang khusus memudahkan petani dengan bunga nol persen. Selain itu, diperlukan identifikasi yang lebih jauh oleh setiap desa terkait produk unggulan yang memiliki daya saing tinggi khususnya di bidang pertanian.

Dengan tangguhnya sektor pertanian sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah perdesaan, kunci kesejahteraan petani di Kalteng dapat terus meningkat.  Seperti yang telah diungkapkan John Mellor di mana sektor pertanian yang kuat merupakan syarat utama berhasilnya transformasi struktur ekonomi di negara berkembang seperti Indonesia termasuk Provinsi Kalteng. (ANANTO WIBOWO/TENAGA FUNGSIONAL STATISTISI BPS KOBAR)

Berita Terbaru