Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Pematangsiantar Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Klaim Deforestasi Kontradiktif dengan Data PBB 

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 03 Januari 2019 - 11:16 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Berbagai kampanye hitam terhadap minyak sawit selalu didasarkan pada klaim meluasnya deforestasi. Padahal data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan fakta yang berbeda.

Data resmi PBB menunjukkan area hutan di banyak wilayah penghasil minyak sawit terus bertumbuh, bukannya menurun seperti yang diklaim berbagai organisasi pecinta lingkungan.     

Contohnya, Inggris memiliki area cakupan hutan sebesar 11%, kemudian Malaysia dan Kolombia sebagai produsen besar minyak sawit dunia, masing-masing sebesar 56% dan 52%.

"Akankah Tuan Walker (bos jaringan supermarket Iceland, Inggris) yang melarang produk berbasis sawit masih mengkhawatirkan soal deforestasi?", tanya Thompson Ayodele, direktur The Initiative for Public Policy Analysis (IPPA), organisasi kebijakan publik independen yang didirikan pada 2002, menyikapi kebijakan Iceland yang melarang produk berbasis sawit masuk ke jaringan tokonya.  

Lebih lanjut Ayodele menjelaskan bahwa klaim terkait orangutan juga sama-sama absurd. Ia mencontohkan data dari International Union for the Conservation of Nature (IUCN), yang menunjukkan populasi orangutan tetap stabil. Bahkan studi terbaru menyebutkan bahwa penyebab kematian orangutan di Indonesia adalah perburuan liar, bukan pengembangan perkebunan sawit. 

Ia juga menilai kebijakan Iceland melarang penjualan produk berbasis sawit, termasuk yang dipasok dari Afrika, adalah salah alamat. Pasalnya, orangutan tidak hidup di sana, melainkan di Indonesia.

yang lebih parah, banyak organisasi di Uni Eropa yang menuding industri sawit sebagai pemicu besar deforestasi. Padahal, riset Uni Eropa membuktikan bahwa penyebab utama deforestasi secara global adalah peternakan dan kedelai, bukan perkebunan sawit. 

Ayodele mempertanyakan kebijakan Iceland, mengapa mereka tidak melarang produk daging atau minyak kedelai. Jika keprihatinan atas hutan adalah riil, maka seharusnya bos Iceland harus memburu pihak-pihak mana yang menjadi pemicu deforestasi.  

Tapi faktanya, sejumlah kelompok pegiat lingkungan di Uni Eropa lebih 'memburu' minyak sawit yang dihasilkan di banyak negara berkembang, sehingga lebih mudah ditekan dibandingkan negara-negara kaya yang menghasilkan daging dan kedelai, dua komoditas yang justru menjadi penyebab lebih besar deforestasi.  

Kondisi ini yang membuat banyak negara penghasil minyak sawit, termasuk Indonesia, menyuarakan ketidaksukaan mereka terhadap kampanye antisawit dan menilai kampanye tersebut lebih karena faktor politis dan bisnis ketimbang karena aspek lingkungan. (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru