Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bengkayang Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Dua Wajah Eropa Menatap Industri Minyak Sawit

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 17 Januari 2019 - 11:40 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Di tengah meningkatnya praktik proteksionisme di sejumlah negara Barat, minyak sawit dari negara berkembang seolah menjadi komoditas yang tepat untuk dijadikan 'korban' demi melindungi komoditas serupa yang tumbuh di wilayah Eropa dan Amerika.

Berbagai upaya untuk menghalangi masuknya minyak sawit ke negara-negara Barat melalui serangkaian kampanye negatif yang menuding komoditas ini sebagai pemicu deforestasi, eksploitasi pekerja dan sebagainya hanya demi melincungi kepentingan ekonomi mereka semata. Tak hanya sejumlah organisasi lingkungan, parlemen di berbagai negeri di Benua Biru itu menyuarakan gagasan untuk menghapuskan minyak sawit sebagai bahan campuran pembuatan biodiesel.

Kebijakan terbaru dimunculkan Majelis Nasional Prancis yang telah memutuskan untuk memperlakukan biofuel berbasis minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar biasa dan bukan sebagai bahan bakar hijau, sehingga tak layak untuk mendapatkan insentif pajak. Tak hanya itu, mereka juga memutuskan untuk menghapuskan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel.

Indonesia bersama Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia, sudah berulangkali menentang kebijakan diskriminatif itu seraya terus melakukan lobi agar kebijakan tak adil itu tak diterapkan. Seperti yang diungkapkan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah medio pekan ini bahwa kebijakan Majelis Nasional Prancis itu jelas-jelas diskriminatif.

"Larangan yang diusulkan jelas merupakan tindakan diskriminasi. Tidak ada biji minyak atau tanaman yang mengandung minyak yang ditargetkan secara negatif seperti yang dimiliki industri kelapa sawit," katanya.

Langkah ini, ujar dia, dapat melanggar peraturan WTO, dan bertentangan dengan semangat globalisasi dan perdagangan bebas, yang negara-negara Uni Eropa (UE) sangat ingin didukung dan dilindungi.

"Banyak tanaman minyak lainnya memberikan hasil minyak lebih sedikit per hektare dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Dengan demikian, minyak kelapa sawit adalah salah satu tanaman biji minyak yang paling efisien dan hemat biaya yang akan menguntungkan produsen dan konsumen," katanya.

Dia menegaskan belum ada penelitian terkemuka yang secara meyakinkan mengindikasikan dampak buruk minyak kelapa sawit terhadap kesehatan karena faktanya ada banyak penelitian yang membuktikan manfaat kesehatan dari minyak kelapa sawit.

"Malaysia berkomitmen untuk memproduksi minyak sawit berkelanjutan. Perkebunan kelapa sawit Malaysia adalah yang pertama yang memperoleh sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Melalui skema sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (MSPO) wajib, setiap tetes minyak sawit yang diproduksi di Malaysia akan disertifikasi berkelanjutan pada tahun 2020," katanya.

Dia mengatakan Malaysia bekerja keras untuk melakukan bagiannya sehingga tidaklah adil untuk tidak mengakui bahwa Malaysia telah membuat banyak kemajuan dalam perjalanannya menuju keberlanjutan.

Berita Terbaru