Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kendal Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Menakar Peluang Bisnis di Sektor CPO 2019

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 29 Januari 2019 - 14:36 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Peluang penguatan harga minyak sawit mentah (CPO) pada kuartal I 2019 didasarkan pada penurunan bea masuk CPO ke India, melemahnya pasokan, dan potensi defisit. 

Per Januari 2019, pemerintah India memutuskan menurunkan bea impor CPO dari negara ASEAN sebesar 400bps menjadi 40% dan Refined CPO sebesar 900bps menjadi 50%, kecuali Malaysia menjadi 45%. 

Analis Samuel Sekuritas Albertha Palma mengatakan, penurunan bea masuk ini membuat harga CPO saat ini berpeluang menjadi lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya, karena tidak ada pengurangan bea masuk untuk minyak nabati substitusi lainnya. Dengan demikian, impor CPO India berpotensi meningkat. 

Pada 2018, India merupakan importir CPO terbesar, yang mencapai 5,8 juta ton, yang merupakan 20% dari total ekspor global.

Oil World memperkirakan pada kuartal I 2019, pasokan minyak sawit akan turun tajam. Hal ini cukup realistis mengingat pasokan dari Malaysia dan Indonesia berpeluang melemah 7,76% menjadi 13 juta ton sejalan dengan pelemahan yield. 

Pada tahun ini, pertumbuhan produksi CPO diproyeksi akan moderat jika dibandingkan dengan 2016 yang tumbuh 10% yoy. Sementara peluang terjadinya fenomena cuaca El-Nino, sekitar 75-80% terjadi pada kuartal I 2019 berpotensi memangkas output di 2020.

Ketergantungan global terhadap CPO cenderung meningkat seiring dengan produksi kedelai yang melambat, permintaan China yang menguat 17% pada 2018 dan stabilnya permintaan dari India. Secara historis permintaan CPO di kuartal I 2019 sekitar 19 juta ton. 

Menurunnya produksi di kuartal tersebut berpeluang menciptakan defisit sekitar 2 juta ton. Namun, di 2020 kebijakan RED II berpeluang mengurangi demand di Eropa, namun dapat dikompensasikan dengan meningkatnya demand dalam negeri (program B30) dan kemungkinan demand dari China.

“Kami melihat pelaksanaan B20 berjalan dengan baik, hingga Desember 2018, penyerapan B20 mencapai 6 juta Kilo liter atau naik 76% yoy,” kata Albertha melalui riset edisi Januari 2019.

Pemerintah tengah bersiap menambah dua floating storage di Balikpapan, yang diperkirakan berdampak pada realisasi B20 mencapai 96% pada kuartal pertama tahun ini. Ia mengestimasi konsumsi B20 mencapai 6,2 juta kl atau tumbuh 3% yoy. Potensi ini belum memfaktorkan rencana penggunaan green gasoline, green diesel, dan avtur Indonesia di 2019.

“Kami mempertahankan sektor CPO menjadi Overweight di 2019 dengan LSIP sebagai top pick. Peluang penguatan harga CPO atau naik 11% yoy serta volume penjualan yang menguat 11% yoy menjadi pertimbangan kami. Adapun risiko investasi adalah harga CPO yang di bawah estimasi,” ujarnya. (NEDELYA RAMADHANI/m)
 

Berita Terbaru