Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Mukomuko Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Jalan Darat dan Jukung Kini Jadi Sarana Transportasi Desa ke Desa

  • 13 Februari 2019 - 11:25 WIB

BORNEONEWS, Nanga Bulik - Perahu tradisional tanpa mesin bernama jukung sejak dahulu hingga kini digunakan warga Kalimantan Tengah sebagai sarana transportasi. Begitu pula dengan warga Desa Batu Tambun, Kecamatan Batangkawa, Kabupaten Lamandau. Namun kini warga desa ini sudah bisa menikmati sarana transportasi darat.

Sejak beberapa investor perusahaan perkebunan kelapa sawit masuk ke daerah ini, pemerintahan setempat beserta pihak perkebunan besar swasta bekerja sama membangun jalan menuju ke beberapa desa. Salah satunya adalah Desa Batu Tambun. Desa ini kini dapat dilalui oleh kendaraan bermotor, baik itu roda dua maupun roda empat bahkan lebih.

Kondisi berbeda terjadi saat belum ada pembangunan jalan, jukung yang terbuat dari papan kayu pilihan dapat mengapung di atas air ini kerap digunakan masyarakat untuk pergi ke suatu tempat, dari desa ke desa, kecamatan ke kecamatan, kota ke kota, bahkan ada yang lintas kabupaten maupun provinsi.

Seperti yang diungkapkan oleh Yoseph Yapan, seorang warga Desa Batu Tambun, Kecamatan Batangkawa, Kabupaten Lamandau. Empat tahun setelah deklarasi kemerdekaan Negara Indonesia, tepatnya pada 1949, pria yang akrab disapa Yoseph ini dilahirkan di desa yang berada jauh dari hiruk pikuk kota.

Desa ini berada jauh di dalam hutan dengan teritorial perbukitan. Proses kelahiran dibantu oleh warga setempat atau yang sering dikenal dengan dukun kampung. Warga setempat bertahan hidup dengan cara memanfaatkan hasil alam di sekitarnya.

Warga desa hidup dari bercocok tanam di ladang kering atau bahuma, berburu di dalam hutan dan mencari ikan di sungai. Jika ingin berpergian ke suatu daerah, masyarakat desa setempat harus menggunakan jukung atau berjalan kaki melewati bukit-bukit di sana.

"Dulu tidak ada jalan seperti sekarang, hanya jalan setapak. Jika ingin pergi ke kampung tetangga, kami harus berjalan kaki melewati beberapa bukit atau kami melewati sungai menggunakan jukung," cerita pria yang hampir berusia 70 tahun ini.

Jarak dari satu desa ke desa bisa memakan waktu dua hingga empat hari berjalan kaki. Sementara menggunakan jukung bisa menghabiskan waktu satu hingga dua hari. Dahulu desa ini termasuk ke dalam Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Setelah ada pemekaran kabupaten, desa ini akhirnya masuk ke dalam wilayah kabupaten baru, hakni Kabupaten Lamandau.

Kini dengan keberadaan jalan yang dibangun perusahaan swasta bekerja sama dengan pemerintah daerah, lambat laun perekonomian dan pembangunan desa mulai berkembangan. Pemerintah kelurahan atau desa dibentuk. Kini masyarakat desa bisa merasakan kehidupan berbeda, tidak semua warga bertahan hidup dengan Bahuma, berburu maupun menangkap ikan di sungai. Beberapa masyarakat sudah ada yang bekerja di daerah perkotaan dan ada pula yang bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit sekitarnya.

"Saya ucapkan terimakasih kepada pihak Pemerintah Kabupaten Lamandau dan perusahaan yang membantu membuatkan jalan. Salah satu perusahaan yang membantu adalah PT Sawit Mandiri Lestari (SML). Bukan hanya memperbaiki jalan, mereka (PT SML) juga sering membagikan sembako, dan beberapa warga di sini kerja di perusahaan itu," ucap pria yang memiliki lima orang anak ini. (ACHMAD SYIHABUDDIN/m)

Berita Terbaru