Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Ngawi Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Larangan CPO untuk Biofuel di UE Cermin Mentalitas Gaya Kolonial

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 08 Maret 2019 - 06:32 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Keputusan terbaru Uni Eropa (UE) untuk melarang minyak sawit untuk pembuatan biofuel pada 2020 di Eropa, selain sebagai tindakan diskriminasi, juga membawa kembali mental kolonial di sejumlah lahan perkebunan di Asia, seperti Indonesia dan Malaysia.

Alasan sebenarnya dari pelarangan ino adalah karena minyak sawit bersaing langsung dengan rapeseed yang tumbuh di kawasan Eropa, dan tuntutan untuk menerapkan praktik berkelanjutan dalam penanaman sawit adalah murni sebagai cerminan mentalitas gaya kolonial, yaitu 'lakukan apa yang kami katakan, dan bukan yang kami lakukan', kata Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association (Soppoa) dalam keterangan tertulisnya medio pekan ini.

Sementara Federal Land Development Authority (Felda) menyebut keputusan UE itu sebagai bentuk kolonisasi ekonomi.

Menurut Felda, Eropa tidak memiliki hutan alam yang tersisa dan mereka mengembangjan hutan pinus untuk diambil kayunya. Itu menunjukkan mereka telah menyebabkan deforestasi, tapi selalu menuding perkebunan sawit sebagai pemicu penggundulan hutan.

“Dalam satu kasus, Anda tidak dapat memangkas hutan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tapi Eropa dapat melakukan apa yang mereka suka, termasuk memangkas hutan untuk meraup keuntungan," sebut Felda.

Mengacu pada laporan UE tentang kehutanan, 21,6 persen hutan (kayu) di UE digunakan untuk bahan bakar (2016) dan lebih dari 500.000 orang terlibat dalam kegiatan penebangan hutan dan sektor kehutanan di UE (2015).

“Semua itu memberikan gambaran kepada kita bahwa negara-negara UE dapat memanen hutan mereka untuk produksi industrial dan membuka lapangan kerja, tapi mereka menghalangi negara-negara Asia untuk memangkas hutan untuk tujuan pembangunan," kata Felda.

“Sebelumnya negara-negara kolonial Eropa telah menguras hasil hutan di negara-negara yang tak terhitung jumlahnya di Asia, dan saat ini mereka salah satu konsumen terbesar produk-produk yang dihasilkan sejumlah negara yang telah dijarah tersebut." (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru