Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

RI Belum Siapkan Aksi Balasan Atas Kampanye Negatif Sawit UE

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 28 Maret 2019 - 11:56 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Berbagai kalangan pemangku kepentingan telah menyuarakan niat untuk melakukan aksi balasan terhadap tindakan diskriminatif Uni Eropa atas komoditas minyak sawit.

Staf Khusus Menteri Luar Negeri Penguatan Program-Program Prioritas Peter Frans Gontha mengatakan langkah retaliasi atau pembalasan sebagai respons Indonesia terhadap diskriminasi produk kelapa sawit, masih menunggu keputusan Parlemen Eropa dan Uni Eropa.

"Kita belum mau retaliasi, kami melihat dulu bagaimana keputusan Uni Eropa. Kami persiapkan langkah kalau keputusannya merugikan kita, kalau keputusannya sawit tidak disetujui. Jadi retaliasi dan langkah ke WTO masih memakan waktu," kata Peter pada diskusi pada Seminar Industri Kelapa Sawit Indonesia di Jakarta, medio pekan ini.

Retaliasi akan ditempuh jika Parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan "Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Direcyive II" yang diajukan pada 13 Maret 2019. Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan yang diajukan oleh Komisi Eropa tersebut dalam waktu dua bulan sejak diterbitkan.

Dalam rancangan tersebut, minyak sawit (CPO) diklasifikasikan sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi terhadap lingkungan, sedangkan minyak kedelai asal Amerika Serikat masuk dalam kategori risiko rendah.

Peter menjelaskan bahwa retaliasi bukan berarti Indonesia juga akan melakukan pelarangan atau boikot produk Uni Eropa masuk ke Indonesia, tetapi bisa menyampaikan protes terhadap PBB atau Pengadilan Tinggi Uni Eropa (the Court of Justice/CJEU).

Menurut dia, Indonesia juga harus menggandeng International Chambers of Commerce (ICC) Indonesia yang berkantor pusat di Paris, Prancis, untuk melakukan perlawanan terhadap diskriminasi ini.

Sejauh ini, pemerintah telah menggalang dukungan dari berbagai lembaga, salah satunya dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut dia, DPR sudah mengirim surat juga kepada parlemen Eropa.

"Kita tidak pernah melibatkan ICC untuk memperjuangkan kepentingan kita. Kita selalu perjuangkan lewat Kadin dan Apindo. Padahal ICC adalah institusi yang diakui oleh WTO dan United Nations. Kita harus 'engage' ICC untuk ini," katanya. (NEDELYA RAMADHANI/m)

Berita Terbaru