Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Sibolga Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

UE Kembali Bermanuver Lawan Sawit, Ini Cara Mengatasinya

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 23 April 2019 - 11:16 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Belum juga ribut-ribut soal kebijakan Uni Eropa (UE) yang diskriminatif terhadap sawit mereda, Benua Biru kembali bermanuver.  Baru-baru ini UE melayangkan tuduhan biofuel Indonesia yang diekspor ke Eropa mendapat bantuan subsidi dari pemerintah.

Menurut Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, tim dari UE telah melakukan investigasi terhadap tiga perusahaan biofuel dalam negeri pada pekan lalu.

Pengusaha biofuel dianggap mendapat bantuan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sehingga bisa mengekspor ke pasar luar negeri dengan harga murah.

"Kita baru menang WTO April tahun lalu, sekarang sudah dituduh subsidi lagi. Mereka gerak cepat karena tahu sawit sedang naik. Investigasi minggu lalu, kalau nanti dianggap benar subsidi, mereka akan keluarkan aturan. Padahal tidak ada itu," kata Paulus awal pekan ini. 

Jika terbukti ada subsidi, kata Paulus, UE akan membebankan Countervailing Dutie (CVD) atau pungutan tambahan ke Indonesia. Indonesia pun sudah terbaca akan menempuh gugatan ke WTO. Namun, UE pasti punya cara lain untuk kembali bermanuver. 

Menurut dia, UE bersikeras akan membuktikan adanya subsidi dengan menyudutkan pelaku usaha lewat pertanyaan-pertanyaan yang sudah tentu tidak bisa dijawab, karena menyangkut internal perusahaan.

"Dalam investigasi itu, mereka akan mengajukan pertanyaan aneh-aneh yang jika tidak bisa jawab, kita dianggap tidak 'cooperate'. Misalnya, kamu dapat CPO dari mana. Sebutkan 10 perusahaan yang disuplai. Bagaimana organisasi dan keuangan. Itu kan internal, tidak bisa kamu kasih," katanya.

Untuk mengatasi kebijakan UE yang selalu merugikan eksportir minyak sawit, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh kalah pintar dalam menanggapi aksi UE. Ia menilai penyerapan biodiesel di dalam negeri menjadi strategi paling efektif untuk mengalihkan pasar Eropa.

Menurut dia, Indonesia tentu memenangkan gugatan jika harus menempuh ke jalur WTO, namun akan memakan waktu. Selama berjuang dalam pembuktian itu, RI harus menerima risiko untuk menghentikan sementara ekspor biofuel ke Eropa.

"Proses ke WTO, butuh waktu lagi, yang kemarin saja dua tahun. UE tahu kita akan berjuang ke WTO, tapi kita harus berpikir dalam waktu tersebut, ekspor pasti akan goyang, tapi pelan-pelan, kita sudah bergeser pasarnya," kata Kanya.

Berita Terbaru