Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Hulu Sungai Tengah Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ada Usul Pungutan Ekspor Sawit Kembali Diterapkan

  • Oleh Nedelya Ramadhani
  • 20 Mei 2019 - 08:52 WIB

BORNEONEWS, Pangkalan Bun - Pelaku industri hilir meminta pemerintah menerapkan lagi pungutan ekspor sawit untuk produk hulu dan hilir. 

Apabila pemberlakuan pungutan terus ditunda, banyak pabrik pengolahan sawit (refinery) yang bakal mangkrak dan ekspor sulit bersaing.

"Kami sudah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Darmin Nasution, supaya pungutan ekspor dapat segera diterapkan lagi," kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Dengan selisih pungutan ekspor sawit sebesar 7,5% antara produk hilir dan mentah (CPO) maka pemberlakuan pungutan berdampak positif kepada masuknya investasi ke Indonesia. 

Selain itu, tanpa pungutan ekspor, kapasitas refinery CPO di Indonesia turun menjadi 30% hingga 35% dari sebelumnya mencapai 75%.

"Penundaan pungutan ekspor sawit mengakibatkan refinery mangkrak seperti pabrik RBD dan food. Kondisi ini disebabkan tidak kompetitifnya daya saing produk hilir di pasar ekspor," papar Sahat.

Sahat menilai, dengan adanya pungutan ekspor, maka produk hilir dapat bersaing dengan Malaysia. 

"Keunggulan Malayasia adalah suku bunga rendah dan handling cost. Sedangkan Indonesia unggul dari segi efisiensi karena mesin lebih modern," ujarnya.

Senada dengan Sahat, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI), Paulus Tjakrawan, mengatakan pihaknya  setuju pungutan diberlakukan lagi. Dana pungutan ini dapat dipakai untuk program petani dan riset. 

"Karena penghapusan pungutan ini juga tidak berdampak kepada harga TBS petani," tutur Paulus.

Berita Terbaru