Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Pangkajene Kepulauan Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Usai Dilantik, Jokowi Diminta Selesaikan Defisit BPJS Kesehatan

  • Oleh Teras.id
  • 20 Oktober 2019 - 13:26 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo - Ma'ruf Amin, sudah ditunggu oleh pekerjaan rumah, salah satunya soal Jaminan Kesehatan Nasional alias Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.

Jokowi - Ma'ruf akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 pada siang hari ini di Kompleks Parlemen, Jakarta.

"Program JKN masih menyisahkan banyak masalah, dan itu memang akan menjadi pekerjaan rumah bagi Presiden, termasuk Wapres dan kabinetnya, yang harus diselesaikan di periode keduanya," ujar Timboel dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Ahad, 20 Oktober 2019.

Ia mengatakan defisit pembiayaan JKN di era Pak Jokowi pertama menjadi isu utama yang setiap tahun terjadi. Persoalan sama, tutur dia, berpotensi terjadi lagi pada periode kedua nanti. "Akibat defisit ini ada beberapa regulasi dibuat yang menghambat akses peserta pada penjaminan JKN," tutur Timboel.

Misalnya saja, dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang tidak dijamin oleh program JKN lagi.

Belum lagi, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional mengeluarkan dua obat kanker usus besar per 1 Maret 2019 yaitu obat Bevacizumab dan Cetuximab.

"Akibatnya, pasien kanker usus besar harus merogoh kantung sendiri untuk membiayai dua obat yang mahal tersebut. Nyawa pasien kanker dipertaruhkan," ujar Timboel.

Sepanjang periode pertama, kata Timboel, pembantu presiden kerap mengadakan rapat untuk membicarakan defisit. Namun, hingga saat ini solusi sistemik soal persoalan itu masih belum juga diperoleh. Padahal, defisit itu sudah terhitung besar dan menyebabkan tunggakan BPJS Kesehatan kepada Rumah Sakit terus menumpuk.

Tunggakan itu, tutur dia, berujung kepada terganggunya arus kas operasional rumah sakit. Bukan hanya rumah sakit yang terkena dampak negatif, tapi juga pasien, perusahan obat, hingga perusahaan alat kesehatan.

"Denda satu persen yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan kepada RS akibat keterlambatan bayar, yang nilainya sudah mencapai ratusan miliar, tentunya juga akan menambah beban defisit JKN," kata Timboel.

"Inefisiensi pembiayaan akibat denda dibiarkan terus terjadi sehingga merugikan APBN," sambungnya.

Berita Terbaru