Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Konawe Utara Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

PUPR Alokasikan Dana Rp 11 Triliun untuk Pembiayaan Rumah Bersubsidi

  • Oleh Inilah.com
  • 18 November 2019 - 07:20 WIB

INILAHCOM, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR mulai tahun depan akan mengalokasikan dana Rp 11 triliun untuk pembiayaan 102.500 rumah bersubsidi di berbagai daerah.

"Kami sampaikan bahwa pada 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit perumahan," kata Wakil Menteri PUPR, John Wempi Wetipo dalam Indonesia Property Expo 2019 di Jakarta.

Wakil Menteri PUPR memaparkan, selama ini KPR bersubsidi banyak direalisasikan di sebanyak 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Selain itu, ujar dia, mengingat animo untuk mendapatkan KPR bersubsidi melalui program FLPP begitu besar, maka Kementerian PUPR juga menekankan agar pengembang perumahan membangun rumah subsidi yang berkualitas.

Pemerintah, lanjutnya, selama ini juga telah menerbitkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mendorong semakin cepatnya penyaluran bantuan pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Sementara itu, Direktur Layanan Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Agusny Gunawan menyatakan masih membahas regulasi yang mengatur tentang bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.

Agusny mengungkapkan, targetnya regulasi Menteri PUPR terkait hal itu pada tahun 2020 sudah bisa berlaku sehingga ke depannya juga dapat mempercepat penyerapan subsidi perumahan sehingga anggaran untuk sektor perumahan rakyat juga dapat terserap optimal.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto menyebut beberapa pasal dalam regulasi terkait kementerian itu akan direlaksasi melalui Omnibus Law karena dinilai menghambat investasi sektor konstruksi.

"Sekarang masih kajian yang mana saja yang prioritas untuk direlaksasi," kata Eko Heripoerwanto ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Kamis (14/11).

Berita Terbaru