Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bungo Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Wapres RI: Bank Muamalat Tidak Boleh Jatuh ke Asing

  • Oleh Teras.id
  • 18 Januari 2020 - 17:00 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan Bank Muamalat sedang dilakukan penyehatan. Ia mengakui, memang diperlukan investor untuk membuat bank tersebut kembali sehat. 

Namun, menurut dia, Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti Muamalat jangan dikuasai asing. "OJK akan mengawasi itu," kata Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Jumat 17 Januari 2020.

Menurut dia, Presiden Jokowi telah meminta agar lembaga keuangan, termasuk perbankan syariah terus dikembangkan. "Sekarang sukuk kita terbesar di dunia," kata Wapres.

Bank Muamalat saat ini sedang membahas ihwal rencana penyelamatan bank dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. "Kami sedang diskusikan seperti apa lagi, sedang di-arrangement yang mungkin bisa dilakukan dengan BUMN," kata CEO Bank Muamalat Achmad K. Permana di Gedung Bank Muamalat, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.

Permana mengatakan sedang diatur skema kerja sama dalam bentuk business to business atau B2B. Karena, Kementerian BUMN juga melihat dari sisi peluang bisnis yang bisa dilakukan. "Itu sedang kami formulasikan," kata dia.

Namun, Permana mengaku pembicaraan dengan BUMN itu tidak dipimpin langsung olehnya. "Saya tidak bisa disclose, tapi sedang saya formulasikan. Apakah dari Himbara atau tempat lain, tapi yang jelas (harus) meet dengan ekspetasi kita mendapatkan persetujuan OJK dan mendapat pemegang saham mayoritas," ujarnya.

Sebelumnya, perusahaan yang didirikan pada 1 November 1991 oleh kelompok Islam ini mencari kucuran dana segar lebih kurang sejak 2 tahun lalu. Kebutuhan penyehatan Bank Muamalat pun tampak kian mendesak.

Salah satunya karena kinerja bank pada paruh kedua tahun ini memburuk seiring dengan merosotnya kemampuan rentabilitas bank. Dana segar tersebut hendak digunakan untuk menambal aset bermasalah yang membengkak.

Rasio pembiayaan macet atau NPF Bank Muamalat sebetulnya sudah menunjukkan tanda bahaya sejak 2013. Puncaknya yakni pada 2015, di mana rasio pembiayaan bermasalah kotor perusahaan mencapai 7,11 persen atau lebih kurang hampir Rp 3 triliun.

Jumlah itu terhitung sangat besar. Angkanya hampir serupa dengan modal inti Bank Muamalat yang per 31 Desember 2015 sebesar Rp 3,13 triliun.

Berita Terbaru