Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Supiori Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Soal Aksi Solidaritas untuk India, Fachrul Razi: Jangan Anarki

  • Oleh Teras.id
  • 09 Maret 2020 - 08:30 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi merespons soal adanya aksi solidaritas terhadap nasib Muslim di India yang dilakukan sejumlah ormas. Ia mengajak agar aksi itu mengedepankan diplomasi daripada anarki.

"Ke depankan diplomasi dan jangan anarki," kata Fachrul dalam keterangannya, Ahad, 8 Maret 2020.

Menurut Fachrul, umat muslim Indonesia telah menyuarakan kepeduliannya terhadap nasib umat Islam di India. Aspirasi itu telah disampaikan dalam banyak cara, mulai dari doa bersama, kecaman hingga unjuk rasa.

Namun bersamaan dengan itu, Fachrul meminta agar umat Islam Indonesia tidak terprovokasi melakukan tindakan anarki dalam beragam bentuknya, termasuk sweeping. "Ingat, anarkisme bukanlah nilai-nilai Indonesia dan juga bukan nilai-nilai Islam. Demikian juga aksi sepihak dalam bentuk sweeping," ujarnya.

Apalagi, kata Fachrul, selama ini masyarakat Indonesia dikenal dunia sebagai umat yang toleran, rukun dan cinta damai. "Mari ke depankan jalur hukum dan komunikasi diplomatik agar ini bisa diselesaikan dengan baik," kata dia.

Fachrul pun mengatakan aspirasi yang disuarakan muslim Indonesia terus dikomunikasikan pemerintah melalui jalur diplomasi, baik kepada pihak kedutaan di Indonesia maupun pemerintah India. "Kontak terus dilakukan Indonesia untuk mencari solusi terbaik atas kehidupan beragama tanpa mencampuri urusan dalam negeri India," ujarnya.

Kerusuhan mulai melanda India setelah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mengusulkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan, yang akan memberikan peluang kewarganegaraan India bagi non-muslim. Pemerintahan Modi menegaskan undang-undang itu diperlukan untuk membantu melindungi hak-hak minoritas teraniaya dari Afganistan, Bangladesh, dan Pakistan yang mayoritas muslim dan menetap di India sebelum 2015, seperti yang dilaporkan Reuters.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia, seperti Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengecam undang-undang itu sebagai "diskriminatif secara fundamental" terhadap Muslim India, yang mengisi sekitar 14 persen dari populasi India, atau 180 juta orang. Protes mendukung atau anti-undang-undang terpecah dan menjadi konflik sektarian antara Hindu dan Islam.

Fachrul mengapresiasi kepedulian dan perhatian muslim Indonesia kepada umat Islam di India. "Kekerasan oknum, apalagi dengan mengatasnamakan agama tidak bisa dibenarkan, kapanpun dan di manapun," kata dia.

Namun ia mengingatkan bahwa tindakan kekerasan oleh sekelompok umat Hindu di India tidak menggambarkan ajaran agama Hindu sendiri, melainkan akibat adanya pemahaman ekstrem sebagian umat atas ajaran agamanya.

Berita Terbaru