Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Kontroversi Air Minum Kemasan Galon Sekali Pakai, Ini Kata YLKI

  • Oleh Teras.id
  • 11 Mei 2020 - 11:11 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Munculnya air minum kemasan galon sekali pakai menuai kontroversi. Di saat bumi sedang memerangi sampah plastik, perusahaan air minum justru membuat produk yang akan menambah sampah.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, mengatakan penggunaan galon sekali pakai dinilai akan semakin menambah masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik sekali pakai di kalangan masyarakat.

“Kami justru meminta perusahaan mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan, khususnya air minum kemasan sekali pakai, karena itu akan sangat membebani bumi. Plastik tidak bisa terurai. Bukan justru memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kami tidak mendukung produk kemasan semacam itu,” ucapnya.

Apalagi jika perusahaan yang memproduksi kemasan itu tidak menunjukkan tanggung jawab untuk menarik kembali galon kemasan tersebut dari konsumen.

Ia mengatakan secara bisnis atau pemasaran, perusahaan memang ingin melakukan inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru. Tapi dari sisi lingkungan, YLKI secara tegas tidak mendukungnya.

Menurut Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan oleh bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan.

Seharusnya, industri yang bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan plastik sekali pakai yang diproduksinya. Selain itu, industri tersebut juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana memperlakukan kemasan plastik sekali pakai sehingga tidak mencemari lingkungan.

“Yang perlu diawasi adalah bagian hulunya. Masalah sampah plastik ini tidak akan pernah selesai kalau hulunya tidak diawasi. Jangan sampai kehadiran air kemasan galon sekali pakai ini malah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Jadi perlu ada kebijakan yang diambil untuk itu,” ucapnya.

Sularsi menambahkan negara seharusnya punya kebijakan bagaimana untuk mengurangi sampah plastik ini. Negara punya tanggung jawab di hulunya atau industrinya dengan mengatur kewajiban mereka untuk mengambil kembali kemasan itu dan bagaimana mekanismenya.

“Jadi, tanggung jawab mendaur ulang itu bukan di konsumen. Semua perusahaan pangan, khususnya AMDK, punya tanggung jawab untuk menarik kembali kemasannya,” katanya.

Berita Terbaru