Aplikasi Pilkada Berbasis Web & Mobile Apps

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Muhammadiyah Sebut Pernyataan New Normal Membingungkan Masyarakat

  • Oleh Teras.id
  • 29 Mei 2020 - 07:45 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan pernyataan pemerintah soal kebijakan kenormalan baru (new normal) di tengah pandemi Corona membingungkan masyarakat.

Ia pun mendesak pemerintah menjelaskan detail maksud new normal baru agar tidak menimbulkan ketegangan antara aparat dan rakyat.

Penjelasan ini diperlukan untuk mencegah masyarakat menafsirkan masing-masing maksud dari new normal itu. Ia mencontohkan sikap pemerintah yang memutuskan membuka pusat perbelanjaan tapi masih menutup tempat ibadah bisa memicu konflik antara aparat pemerintah dan umat beragama.

"Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaanya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah Covid-19," kata Haedar dalam siaran pers, Kamis, 28 Mei 2020.

Selain itu, kata Haedar, wajar timbul anggapan di tengah masyarakat jika pemerintah mementingkan urusan ekonomi ketimbang keselamatan masyarakat di balik kebijakan new normal ini. Pasalnya pemerintah melonggarkan aturan dan mewacanakan new normal kendati laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan wabah Covid-19 masih belum dapat diatasi.

Haedar mempertanyakan apakah rencana pemerintah memberlakukan new normal ini sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi. "Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah Covid-19 belum dapat dipastikan penurunannya," ucap dia.

Ia menuturkan pemerintah sebaiknya mengkaji lebih seksama kebijakan new normal itu dan memberikan penjelasan yang objektif serta transparan terutama yang terkait dengan: pertama, dasar kebijakan “new normal” dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini. Kedua, maksud dan tujuan “new normal”. Ketiga, konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku khususnya PSBB dan berbagai layanan publik.

Adapun yang keempat perlu pengkajian dan penjelasan mengenai jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan “new normal”. Kelima, persiapan-persiapan yang seksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19.

"Pemerintah dengan segala otoritas dan sumberdaya yang dimiliki tentu memiliki legalitas kuat untuk mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian akan sepenuhnya bertanggungjawab atas segala konsekuensi dari kebijakan “new normal” yang akan diterapkan di negeri tercinta," ujar Haedar. (TERAS.ID)

Berita Terbaru