Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Kepulauan Aru Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Menjajal Jalur Ekstrem Sepeda MTB di Kecamatan Cempaga, Ada Tukang Tambal Ban di Tengah Hutan Gara-gara Insiden Ketan

  • Oleh Muhammad Hamim
  • 19 Juli 2020 - 19:20 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Pecinta olahraga sepeda gunung dari Sampit bersama Komunitas Gowes Cempaga menjajal kemampuannya di jalur ekstrem dengan rute Cempaka Mulia - Desa Terantang. Jarak tempuh sejauh 45 km itu mampu membuat kaki gemetar, tetapi berhasil dilalui puluhan penghobi sepeda yang berpartisipasi.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Sabtu, 18 Juli 2020 pagi itu diinisiasi Kasat Reskrim Polres Kotim, AKP Zaldy Kurniawan dan Kasat Intelkam AKP Revin Manggala Putra, diikuti Kotim Cycle Club, PWI Kotim, KONI Kotim, ISSI Kotim, serta Komunitas Gowes Cempaga.

"Olahraga ini untuk kebersamaan. Jadi tidak ada istilah cepat-cepatan. Kalau ada yang tertinggal kita tunggu. Intinya utamakan solidaritas karena jalur yang ditempuh ekstrem," kata Zaldy Kurniawan sebelum kegiatan.

Rutenya dimulai dari jembatan penghubung Kecamatan Cempaga dan Desa Terantang yang membelah Sungai Mentaya. Rute landai di awal membuat pecinta gowes masih bisa tertawa dan bergaya. Tetapi kenyamanan itu hanya dirasakan di 3 km pertama.

Selanjutnya, jalur ekstrem menghadang di depan berupa titian kayu dan jalan berlumpur. Bahkan, Kasat Intelkam AKP Revin Manggala Putra sempat beberapa kali nyaris terjatuh dari sepedanya. 

Kasat Intelkam, Revin Manggala Putra di jalur ekstrem sepeda.
Kasat Intelkam, Revin Manggala Putra di jalur ekstrem sepeda.

"Ampun rutenya. Baru masuk sudah berat dilalui. Harus semangat," kata Revin.

"Ini bukan sepedaan, kaya olahraga narik sapi. Soalnya sepeda dituntun," celetuk Robert Wijaya, salah satu peserta yang mengundang gelak tawa pesepeda lainnya saat melintas jalur ekstrem.

Setelah menempuh jalur berlumpur yang berat, pesepeda sedikit bernafas lega karena menemui jalur perkebunan kelapa sawit yang awalnya dikira cukup enteng dilalui. Tapi prediksi itu salah, jalur ini sangat menguras keringat, karena panjang jarak tempuhnya ditambah teriknya sinar matahari. Sebagian pesepeda pun mulai kehabisan stok air minum

"Sebentar lagi sampai, 2 km lagi sudah ketemu desa," kata salah seorang peserta dari Cempaga yang terpaksa berbohong untuk menjaga semangat pesepeda lainnya. Kalimat 2 km lagi itu pun terus diulangnya hingga beberapa kali.

Rute persawitan itu berhasil dilalui, tetapi peserta tidak bisa langsung bernafas lega. Karena rute yang paling berat menghadang di depan mata, berupa jalur berlumpur tetapi tenaga sudah terkuras habis berikut stok air minumnya.

Solidaritas penghobi olahraga sepeda saat berada di tengah jalur.
Solidaritas penghobi olahraga sepeda saat berada di tengah jalur.

"Ini stok air yang ada terpaksa dipakai sedikit sedikit, paling tidak biar basah tenggorokan dan bibir," kata Ketua PWI Kotim, Andri Rizky yang juga berpartisipasi.

Rute sekitar 45 km itu baru bisa dilalui dengan waktu sekitar 6 jam. Karena sempat ada insiden bocor ban salah satu peserta, yakni Adipati Khiban di tengah hutan. Entah karena mitos atau tidak, Khiban kalau itu membawa ketan saat bersepeda.

"Oh ini gara-gara bawa ketan," kata Robert Wijaya yang membuat Adipati langsung membuang kue ketannya itu.

Uniknya, proses tambal sepeda itu dilakukan di tengah hutan. Karena tim evakuasi membawa tukang tambal ban dari desa terdekat menuju jalur tersebut.

"Alhamdulillah berangkat lengkap datang pun lengkap. Jalurnya minta ampun. Tapi dengan kebersamaan dan solidaritas bisa kita lewati," kata Sekretaris ISSI Kotim, Arif.

Komunitas Sepeda Sampit dan Cempaga usai menjajal jalur sejauh 45 km rute Cempaga - Desa Terantang.
Komunitas Sepeda Sampit dan Cempaga usai menjajal jalur sejauh 45 km rute Cempaga - Desa Terantang.

(MUHAMMAD HAMIM/B-11)

Berita Terbaru