Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Banjar Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Amonium Nitrat dan Reaksi Kimia di Balik Ledakan Lebanon

  • Oleh Teras.id
  • 08 Agustus 2020 - 18:40 WIB

TEMPO.COJakarta - Ledakan di Beirut, Lebanon, menyebabkan lebih dari 100 orang tewas dan tempat tinggal 300 ribu orang luluh lantak seketika. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk pupuk, amonium nitrat (NH4NO3), langsung dituding sebagai penyebabnya. Reaksi kimia di balik risiko ledakan amonium nitrat memang sudah sangat dikenal.

Menurut para pejabat pemerintahan setempat, sebanyak 2.750 ton amonium nitrat tersimpan dalam sebuah hanggar atau gudang di pelabuhan kota itu. Mereka berada di sana sejak September 2013 lalu setelah kapal yang membawanya terpaksa berlabuh di Beirut di mana muatan itu kemudian ditinggalkan begitu saja oleh pemilik dan kru kapal.

Ledakan pada Selasa 4 Agustus 2020 itu diawali kebakaran di area tersebut yang membuat gulungan asap putih dan ledakan-ledakan kecil. Ketika gudang berisi amonium nitrat itu meledak, awan kondensasi putih meruap dan tersebar menyelimuti dari situs itu, diikuti dengan jamur raksasa berupa asap merah-oranye yang tumbuh ke angkasa dari gudang itu.

Di media sosial, banyak kimiawan langsung mengidentifikasi warna itu sebagai tanda keberadaan gas NO2 dari proses dekomposisi tak sempurna amonium nitrat. Yang lain menggunakan sejumlah rekaman video ledakan itu yang viral di media sosial untuk estimasi kecepatan detonasi ledakan yang sampai 3.000 meter per detik, yang konsisten dengan sebuah ledakan yang melibatkan amonium nitrat.

Ahli kimia dari University College London, Andrea Sella, adalah satu di antara yang cepat mengidentifikasi ledakan amonium nitrat di balik warna gumpalan asap tersebut. Menurutnya, dalam kondisi normal bahan pupuk itu inert alias tidak aktif dan perlahan terdekomposisi seiring berjalannya. Berbeda yang terjadi jika tersulut api, bisa meledak . "Terutama jika kondisi penyimpanannya buruk," katanya.

Asap mengepul di lokasi ledakan bahan peledak di daerah pelabuhan Beirut, Lebanon, 4 Agustus 2020. Puluhan warga dilaporkan meninggal dunia dan ribuan orang mengalami luka-luka pasca- ledakan besar yang mengguncang Beirut, Lebanon. REUTERS/Mohamed Azakir

Jika menerima energi, semisal dari api, molekul dalam amonium nitrat menjadi tidak stabil. Karena amonium nitrat mengandung nitrogen dalam dua bentuk senyawa oksida yang berbeda, reaksi eksotermal akan terjadi di antara keduanya: nitrat berlaku sebagai oksidator sedang amonium berlaku sebagai sebuah agen reduksi.

Jika reaksi itu berjalan bersih sempurna, produk yang dihasilkan hanyalah gas dinitrogen, air dan sedikit oksigen. Tapi yang banyak terjadi adalah produk sampingannya yang berupa NO2.

Karena seluruh produk reaksi itu adalah gas, maka akan ada peningkatan tekanan tiba-tiba yang menjalar ke luar atau menyembur pada kecepatan supersonik. Ini yang biasanya dimaksud sebagai detonasi dari gelombang kejut alias ledakan yang terjadi kemudian.

Awan kondensasi akibat ledakan juga menuntun beberapa orang di media sosial untuk berspekulasi adanya perangkat nuklir. Tapi, menurut Sella, tipe awan itu juga bisa muncul dari bahan peledak konvensional dalam jumlah besar dalam udara yang lembap.

Apa yang terjadi, kata Sella, adalah segera di belakang gelombang kejut itu tercipta ruang berkenanan udara lebih rendah daripada sekelilingnya. Tekanan rendah menyebabkan uap air terkondensasi menjadi droplet mikroskopis. Perbedaan tekanan udara yang tercipta gara-gara gelombang kejut itu pula yang bisa menciptakan efek optis di udara yakni cahaya yang dibengkokkan saat merambatinya.

Menurut Sella, detonasi amonium nitrat pernah menyebabkan kecelakaan industri yang menyebabkan banyak negara menerapkan standar ketat penyimpanan bahan kimia itu. Sebagai contoh, Occupational Safety and Health Administration di Amerika Serikat yang sampai membuat banyak aturan termasuk pergudangan yang harus memiliki ventilasi cukup dan proteksi dari kebakaran.

Berita Terbaru