TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi COVID-19 memang belum berakhir. Namun, demi menyelamatkan perekonomian tanah air sekaligus mengembalikan produktivitas masyarakat, pemerintah Indonesia pun menerapkan kebijakan untuk melakukan adaptasi kebiasaan baru. Di masa ini, masyarakat bisa kembali beraktivitas dengan tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19. 

Walaupun belum sepenuhnya kembali normal, namun adaptasi kebiasaan baru menjadi angin segar bagi beberapa sektor, salah satunya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).  Adaptasi kebiasaan baru menjadi momentum yang tepat bagi UMKM untuk bangkit kembali setelah sempat mati suri di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pelaku UMKM yang sebelumnya hanya bisa mengandalkan platform online seperti Tokopedia, kini bisa mulai berjualan secara langsung baik di mal, toko, atau bahkan pameran.

Namun ternyata, bangkit dari keterpurukan di masa pandemi tidaklah semudah yang dibayangkan. Setelah COVID-19 masuk ke Indonesia, cara belanja serta produk yang diinginkan oleh masyarakat pun cenderung berubah. Dari survei yang dilakukan oleh perusahaan konsultan pemasaran MarkPlus Inc, menyimpulkan bahwa transaksi belanja online di perdagangan ritel naik enam kali lipat di masa pandemi COVID-19.

Perubahan ini akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku UMKM di Indonesia. Jika tidak pandai-pandai berinovasi dan mempelajari cara baru dalam menjajakan barang dagangannya, bukan tidak mungkin mereka akan ikut terkena dampak COVID-19 yang cukup mengkhawatirkan. Lalu, hal apa saja yang bisa dilakukan oleh pelaku UMKM untuk bangkit dan menghadapi pandemi COVID-19 ini