Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Toba Samosir Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Hinting Pali Jangan Disalahgunakan

  • Oleh Naco
  • 25 Agustus 2020 - 19:20 WIB

BORNEONEWS, Sampit - Aksi pemasangan Hinting Pali sebagai media ketika pengklaiman lahan yang dilakukan sekelompok pihak beberapa hari terakhir ternyata berbuntut panjang.  

Terkait itu, Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDAHK) Kotim menyesalkan  upacara ritual mereka kerap disalahgunakan, sehingga menimbulkan persepsi beragam.

Hinting Pali seperti diketahui merupakan salah satu ritual yang seharusnya tidak selalu digunakan untuk klaim lahan.

Kepala Bidang Kerohaniawan, Ritual, dan Kebudayaan MDAHK Kabupaten Kotim, Basir Santo N Adi menegaskan, sejauh ini ritual yang seharusnya dilaksanakan umat Hindu Kaharingan seolah-olah menjadi alat untuk mengklaim lahan. 

Mereka tidak terima dengan hal itu. Sehingga meminta siapapun yang kerap menggunakan adat dan ritual mereka untuk tidak main-main.

“Ritual kami jelas dilindungi berdasarkan UUD 1945. Berdasarkan integrasi kami, pada tahun 1980 SK Dirjen Bimas Hindu dan Budha, Pasal 28  hurup e barati Kitab Suci Panaturan dilindungi berdasarkan integrasi kami memiliki hak yang sama, kutipan pada pasal tersebut di dalamnya, barang siapa menyalahgunakan atribut-atribut, pernyataan dan tindakan yang melanggar di dalam ketentuan ritual kami barati, dianggap melanggar keputusan UUD 1945,” kata Santo dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 25 Agustus 2020.

Ia tidak mau kegiatan keagamaan menjadi salah atu alat untuk mengklaim lahan baik itu antar individu maupun dengan perusahaan besar. 

Selain itu, ia tidak ingin kegiatan ritual kepercayaan Hindu Kaharingan dirusak dengan hal-hal yang tidak mendasar tersebut.

“Inilah yang membuat kami keberatan, kenapa sampai kegiatan ritual keagamaan dijadikan sebagai wadah untuk melakukan pengklaiman lahan dan lain sebagainya," tegas Santo.

Dia menegaskan, ritual itu seharusnya digunakan untuk hal sakral seperti Tiwah. Tujuannya untuk mensterilkan lokasi kegiatan, agar tidak bisa berbuat sembarangan di dalamnya.

Santo berharap, lembaga adat yang ada Kotim bisa aktif menyuarakan bahwa  aktivitas itu harus dilakukan pada moment tertentu. Bukan untuk mengklaim dan menyelesaikan masalah konflik agraria. 

Santo menginginkan, agar penggunaan ritual adat Dayak tersebut tidak menimbulkan opini yang negatif akibat penyalahgunaan di lapangan. (NACO/B-11)

Berita Terbaru