Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Ternate Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Mantan Deputi KSP Sebut Pemerintah Harus Dibantu dan Dikritik

  • Oleh Teras.id
  • 28 Agustus 2020 - 13:50 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Akademikus Yanuar Nugroho mengatakan serangan siber atau peretasan terhadap media massa dan aktivis tak lepas dari sentimen tribalisme yang terjadi setelah Pemilu. Sentimen ini tidak peduli benar atau salah suatu perbuatan yang penting bagi mereka adalah kelompoknya.

Yanuar menuturkan polarisasi yang terjadi pascapemilihan umum sangat berbahaya dan menjadi ancaman bagi pembangunan bangsa. "Pemerintah harus dibantu sekuat-kuatnya, tapi juga perlu dikritik seluas-luasnya. Itulah hakikat perbaikan," katanya dalam diskusi Ngobrol @Tempo: Pembungkaman Kritik di Masa Pandemi, Kamis, 27 Agustus 2020.

Yanuar menjelaskan Pemilu itu adalah soal siapa yang bakal memerintah. Namun usai pemilu harus ada kerja sama di antara kelompok yang berbeda untuk memajukan bangsa. Caranya dengan saling adu program. "Sayangnya kepantasan itu dihancurkan. Sehingga kerja sama setelah pemilu menjadi mustahil," ucap mantan deputi di Kantor Staf Presiden (KSP) itu.

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mencatat selama Agustus 2020 terjadi 6 peretasan terhadap kelompok berisiko seperti jurnalis, akademikus, dan aktivis. Enam serangan itu terdiri dari satu serangan website deface yang menimpa situs Tempo.co, empat akses ilegal, dan satu pengambilan akun.

Menurut Damar, kasus peretasan ini diduga kuat terkait dengan aktivitas para korban yang mengkritik kebijakan penanganan Covid-19 dari pemerintah. "Siapa yang ada di balik serangan tentu saja mereka yang berposisi berseberangan. Kami belum tahu siapa, tapi paling tidak mereka sedang bahagia karena seolah tidak ada upaya atau penangkapan terhadap tindakan kriminal itu. Ini yang kami khawatirkan," tuturnya.

Damar menuturkan serangan siber kepada kelompok berisiko ini diduga ada motif politik. "Kami khawatir karena jumlahnya makin banyak, sudah saatnya kami kirim alarm karena hal ini menjadi seperti new normal atau sebuah keseharian seolah akun yang diambil atau doxing sesuatu yang biasa saja padahal berbahaya," ujar dia.

TERAS.ID

Berita Terbaru