Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ini Penjelasan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup soal Hutan Adat

  • Oleh Testi Priscilla
  • 17 September 2020 - 15:50 WIB

BORNEONEWS, Palangka Raya - Frasa Hutan Adat sedang ramai dibicarakan beberapa waktu belakangan. Namun memang masih simpang siur pemahamannya. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto pun memberi penjelasan seputar itu.

"Fungsi kami di Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan adalah untuk melaksanakan reforma agraria perhutanan sosial, yaitu memberikan akses kepada masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan hutan dan melakukan pengukuhan hutan adat yang dikelola masyarakat," kata Bambang melalui siaran langsung di berbagai platform media sosial, Kamis, 17 September 2020.

Hal tersebut disampaikan Bambang saat menjadi salah satu pembicara dalam Dialog Spesial "Indonesia Bicara" pada topik "Klaim Hutan Adat" pada Kamis, 17 September 2020 pukul 14.00 WIB.

Narasumber lainnya dalam kegiatan itu yakni Anggota Komisi IV DPR RI, H Sulaeman L Hamzah, Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, serta dua narasumber asal Kalimantan Tengah yaitu Ketua DPW Indonesia Hebat Bersatu atau IHB, Thoseng Asang dan Ketua YPPMMA-KT & Anggota Panitia Masyarakat Hukum Adat Kalteng, Simpun Sampurna, Bambang menjelaskannya dengan lugas.

"Jadi kalau skala lima jari, yang pertama ialah akses untuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan antara pengusaha dengan masyarakat, dan pengakuan untuk hutan adat. Jadi pengakuan hutan adat adalah yang kelima dalam tugas kami," tutur Bambang.

Dalam melaksanakan tugas itu, pihaknya berpedoman pada UU yang digodok undang-undang dan diundang-undangkan pemerintah. Hutan adat bisa berada di hutan negara atau areal penggunaan lain atau APL.

"Mekanismenya tentunya bisa berbeda. Kalau itu berada di dalam kawasan hutan, tentunya masyarakat hukum adatnya itu diamanatkan dalam undang-undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, itu harus ditetapkan melalui perda. Lalu pasal 67 bahwa itu dikatakan masyarakat hukum adat itu dicirikan ada pemimpinnya, ada hukumnya, kemudian ada wilayahnya dan ada anggota komunitasnya," jelas Bambang.

Kemudian setelah ada MK 12, dijabarkan di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 32 dulu, sekarang nomor 21 tahun 2019 untuk pengakuan hutan adat.

"Sedangkan yang di APL itu menggunakan Permendagri Nomor 52 tahun 2014 tentang tata cara untuk pengakuan masyarakat hukum adat. Penetapannya sendiri adalah di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," tegasnya. (TESTI PRISCILLA/B-11)

Berita Terbaru