Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Barru Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

YLBHI: Manipulasi Laporan Keuangan Jiwasraya Bisa Memberatkan Terdakwa

  • Oleh ANTARA
  • 02 Oktober 2020 - 10:11 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai praktik manipulasi laporan keuangan atau window dressing yang diakui terdakwa dalam pembacaan pledoi atas kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bisa menjadi bukti sekaligus niat jahat (mens rea) yang memberatkan terdakwa.

Isnur mengatakan majelis hakim bisa memasukkan fakta dan bukti seperti itu di persidangan sebagai faktor pemberat bagi vonis hukuman terhadap 6 terdakwa kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Jiwasraya.

“Jika hasil penyidikan menemukan dugaan niat jahat (mens rea) hal itu bisa jadi tambahan untuk pemberat hukuman,” kata Isnur kepada wartawan, Kamis 1 Oktober 2020.

Dalam kasus korupsi atau TPPU seperti Jiwasraya, Isnur menyebutkan para terdakwa juga dapat dituntut menggunakan beberapa pasal mulai dari perusakan barang bukti, pembuktian adanya niat jahat atau upaya menghalangi penyidikan.

Hal itu bisa dibebankan dalam pasal-pasal yang terpisah sehingga bisa jadi acuan hakim dalam melakukan putusan kasus yang merugikan negara hampir Rp16,8 triliun itu. Sedangkan terkait vonis, kata Isnur, itu merupakan ranah majelis hakim yang tidak bisa diintervensi.

Namun, ia mengapresiasi ketika Jaksa Penuntut Umum memberikan tuntutan yang cukup berat yakni mulai dari kurungan badan selama 18 tahun hingga seumur hidup kepada terdakwa. “Soal vonis itu nanti ranah hakim. Namun melihat tuntutan (jaksa) sudah cukup baik,” ujarnya.

Sebagai pengingat, dalam nota pembelaan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2008-2018 Hary Prasetyo mengakui bahwa dirinya bersama mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim telah melakukan manipulasi laporan keuangan atau window dressing sejak pertama kali ia memimpin PT Jiwasraya pada 2008.

Praktik manipulasi laporan keuangan tersebut, kata Hary, dilakukan atas sepengetahuan jajaran Kementerian BUMN selaku pemegang saham dan pejabat Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang kini bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tujuannya agar manajemen Jiwasraya kala itu dapat melakukan reasuransi serta menerbitkan produk JS Proteksi Plan yang memiliki skema "ponzi". Produk itu yang akhirnya menjadikan Jiwasraya merugi seperti sekarang.

"Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK. Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap memiliki solvabilitas, meski sempat dilakukan revaluasi aset pada 2013. Apakah hal tersebut dikatakan semu Betul, tapi tidak ada pilihan lain," kata Hary menjelaskan.

Berita Terbaru