Aplikasi Pilwali (Pemilihan Walikota) Kota Makassar Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pakar TPPU: Kejaksaan Harus Hati-hati Lakukan Pembekuan SRE WanaArtha

  • Oleh ANTARA
  • 28 Oktober 2020 - 23:59 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih mengatakan penyidik Kejaksaan Agung harus berhati-hati melakukan pembekuan terhadap sub-rekening efek (SRE) perusahaan asuransi jiwa WanaArtha Life yang diduga terkait terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Benny Tjokrosaputro.

“Apalagi penyitaan di perusahaan, seharusnya penyidik hati-hati. Kalau semuanya, bisa jadi kolaps, bisa ada pemutusan hubungan kerja. Memang, kalau TPPU harus lebih hati-hati dibanding kasus korupsi. Ada transaksi tanggal sekian sampai tanggal sekian, pada tahun itu, ya itu saja yang dibekukan,” kata Yenti di Jakarta, Rabu.

Yenti menilai penegak hukum harus memberi status yang jelas kepada pihak ketiga dalam SRE WanaArtha. Penyidik tidak bisa menyita bahkan membekukan dana nasabah yang tertautkan dengan SRE tersebut jika memang tidak ada kaitan dengan kasus korupsi yang dilakukan Benny Tjokrosaputro.

“Sepengetahuan saya, WanaArtha sempat keberatan soal pembekuan rekening mereka, karena ada uang nasabah dan uang WanaArta sendiri. Nah, kalau memang ada uang Benny Tjokro di sana, ya uang dia saja yang dibekukan (Kejaksaan),” kata Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK itu.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor itu menambahkan, jika seandainya penyidik punya bukti bahwa uang hasil kejahatan Benny dimasukkan ke SRE WanaArtha, maka harus ditelusuri, diblokir, atau dibekukan dengan nominal yang sesuai.


Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) itu berpendapat apabila uang yang ditelusuri bercampur dengan uang yang sah, sebenarnya di industri keuangan bisa dihitung.

“Harus sesuai dengan jumlahnya itu, termasuk bunganya misalnya. Jadi harus melindungi juga pihak ketiga yang beriktikad baik dan mendukung penegakan hukum. Ini yang juga menjadi pelajaran,” kata Yenti.

Yenti mengaku heran dengan isi tuntutan jaksa dalam kasus Jiwasraya. Dalam kasus itu, Benny dituntut hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Selain itu, JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp6,078 triliun.

“Sudah ada denda Rp5 miliar, lalu ada pidana tambahan Rp6 triliun, itu kenapa ada subsidernya Sementara pidana tambahannya sudah Rp6 triliun. Apakah jaksa takut vonis hakim tidak seumur hidup atau bagaimana Ini seperti semena-mena juga,” kata dia.

Berita Terbaru