Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Bengkalis Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Pekan Pertama November, IHSG Diprediksi Konsolidasi Melemah

  • Oleh ANTARA
  • 02 November 2020 - 09:15 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi konsolidasi melemah pada pekan pertama November 2020 dipengaruhi sejumlah sentimen eksternal dan domestik.

"Kenaikan kasus COVID-19 yang diikuti langkah penguncian akan sangat mengganggu pemulihan ekonomi dan berpotensi mendorong pasar keuangan terkoreksi. Terlihat pasar Amerika dan Eropa rata-rata tertekan turun dalam sepekan akibat berita ini," ujar Hans dalam pernyataan di Jakarta, Minggu, 31 Oktober 2020.

Peningkatan kasus COVID-19 menjadi berita utama beberapa pekan terakhir. Peningkatan kasus telah mendorong Jerman dan Prancis mengumumkan pembatasan di sektor bisnis.

Prancis mengharuskan warga tinggal di rumah mulai Jumat. Jerman akan menutup bar, restoran, dan teater mulai 2 November hingga akhir bulan. Pemerintah Inggris di bawah tekanan untuk memperketat pembatasan dengan kenaikan kasus selama sembilan hari terakhir.

Sentimen lainnya, laporan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika kuartal ketiga naik secara tahunan sebesar 33,1 persen, pertumbuhan tercepat yang pernah ada sejak pemerintah mulai mencatatnya pada 1947. Kenaikan itu terjadi setelah penurunan 31,4 persen pada kuartal kedua.

Pertumbuhan tersebut juga lebih baik dari ekspektasi sejumlah ekonom yang disurvei Dow Jones, yakni 32 persen. Pemulihan ekonomi yang ditunjukan pertumbuhan PDB setelah penguncian dicabut lebih baik dari yang di perkirakan sebelumnya.

Hans menuturkan, banyak negara mengalami kasus yang mirip dimana terjadi pemulihan ekonomi yang cepat setelah pembukaan "lockdown" akibat COVID-19.

"Tetapi kebangkitan dan ancaman gelombang kedua COVID-19 menimbulkan kekhawatiran ekonomi kembali tertekan," kata Hans.

Pekan ini pasar menanti hasil pemilu AS pada 3 November 2020. Berdasarkan hasil survei Reuters, saat ini kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden di atas Presiden Donald Trump secara nasional sebesar 10 persen.

Tetapi masih ada persaingan di sejumlah negara bagian yang diperkirakan akan menentukan hasil akhir siapa yang terpilih. Hal ini ditambah pengalaman empat tahun lalu di mana jajak pendapat serupa tidak memprediksi kemenangan Trump.

"Ada potensi pertarungan hukum antara Partai Republik dan Demokrat tentang cara menghitung suara telah meningkatkan risiko perdebatan akan hasil pemilu. Hal ini merupakan faktor negatif bagi pasar keuangan," ujar Hans.

Sementara itu, perusahaan bioteknogi asal Amerika Serikat, Moderna, sedang mempersiapkan peluncuran secara global dari vaksin COVID-19.

Vaksin Moderna dikembangkan dengan bantuan National Institutes of Health. Moderna menjadi salah satu perusahaan pembuat vaksin COVID-19 terdepan.

Pekan lalu, perusahaan telah menyelesaikan pendaftaran untuk uji coba tahap akhir yang melibatkan 30.000 peserta. Pada minggu lalu ada 25.650 peserta telah menerima dosis ke dua vaksin COVID-19.

Perusahaan mengharapkan penilaian dari dewan pemantauan keamanan tentang hasil uji coba. Vaksin virus korona baru perusahaan tersebut bila berhasil, dapat digunakan untuk keperluaan darurat pada Desember jika mendapat hasil positif dari uji coba sementara pada November.

"Sampai akhir tahun, vaksin yang ada hanya untuk keperluaan darurat sehingga masalah COVID-19 masih akan menjadi perhatian pelaku pasar," kata Hans.

Dari Eropa, European Central Bank (ECB) mempertahankan suku bunga dan menjaga lingkungan kebijakan moneter tidak berubah. ECB mengindikasikan akan memberikan kebijakan tambahan di Zona Europa pada Desember. Hal itu tidak lepas dari perkiraan gangguan ekonomi akibat langkah penguncian baru di sebagian negara di Benua Eropa.

"Nampaknya langkah ini mungkin sekali di ikuti oleh bank sentral lain mengingat terjadi peningkatan kasus COVID-19 di berbagai tempat," ujar Hans.

Musim laporan keuangan kuartal III juga masih menjadi perhatian pelaku pasar. Data dari Refinitiv menunjukkan, sekitar 260 perusahaan dari dalam Indeks S&P 500 telah melaporkan kinerjanya pada kuartal ketiga.

Ada 85 persen perusahaan melaporkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan. Hal yang sama juga akan terjadi di emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) karena penerapan PSBB transisi mendorong ekonomi naik.

"Tetapi sebagian saham mulai terkoreksi lebih disebabkan aksi ambil untung dan ancaman gelombang kedua COVID-19 serta langkah yang diambil banyak negara dengan melakukan penguncian kembali," kata Hans.

Perundingan Brexit pun menjadi sisi lain yang diperhatikan pelaku pasar di tengah pandemi. Semakin mendekati tenggat waktu Brexit, membuat perundingan Inggris dan Uni Eropa mendapat perhatian. Inggris diperkirakan akan mengecam baik Uni Eropa maupun AS atas praktik perdagangan yang "merusak" karena Inggris berupaya untuk mengamankan pengaturan perdagangan pasca Brexit dengan kedua sekutu utamanya.

"Sulit mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak membuat sentimen ini cenderung negatif bagi pasar keuangan," ujar Hans.

Terakhir, pasar saham Indonesia selesai dari libur panjang, berpeluang melakukan penyesuaian terhadap pergerakan pasar luar negeri yang cenderung terkoreksi.

Pelaku pasar juga menanti pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal ke III dan lanjutan laba perusahaan. Naiknya kasus COVID-19 juga menjadi tekanan bagi pasar saham dunia.

"IHSG berpeluang konsolidasi melemah di pekan ini dengan 'support' di posisi 5.095 sampai 5.000 dan 'resistance' di posisi 5.182 sampai 5.200," kata Hans.

ANTARA

Berita Terbaru