Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Raja Ampat Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Jamdatun Kritisi Putusan PTUN soal Jaksa Agung

  • Oleh ANTARA
  • 06 November 2020 - 10:00 WIB

BORNEONEWS, Jakarta - Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Feri Wibisono mengkritisi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bersalah terkait pernyataannya dalam Rapat Kerja dengan DPR.

"Menurut JPN (Jaksa Pengacara Negara), putusan tersebut tidak tepat," kata Feri di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut menanggapi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT tanggal 04 November 2020.

Menurutnya, pernyataan Jaksa Agung dalam rapat kerja bersama DPR bukan merupakan suatu tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Ucapan atau pernyataan Jaksa Agung yang memberikan informasi bukan suatu tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan," katanya.

Feri juga berpendapat syarat kepentingan penggugat dalam gugatan TUN tersebut tidak tepat.

"Orang tua korban tidak memiliki kepentingan terhadap kalimat jawaban Jaksa Agung di rapat kerja DPR tersebut," katanya.

Dia juga menyatakan penggugat belum memenuhi kewajiban melakukan banding administratif lebih dahulu.

"Sebelum melakukan gugatan seharusnya penggugat melakukan upaya banding administrasi terlebih dahulu kepada atasan pejabat pembuat keputusan secara tertulis," katanya.

Feri juga mengkritisi beberapa pertimbangan hakim dalam putusan tersebut diantaranya sikap PTUN Jakarta yang mengabaikan bukti berupa video rekaman dalam rapat kerja Komisi III DPR RI beserta keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh tergugat.

Selain itu, pihaknya juga menganggap PTUN Jakarta lalai karena tidak dapat menjelaskan peraturan yang telah dilanggar sehingga mengkualifikasikan penjelasan Jaksa Agung di depan rapat dengar pendapat tersebut sebagai tindakan pemerintah yang cacat substansi.

Sebelumnya pada Rabu (4/11), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bersalah terkait pernyataannya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, 16 Januari 2020 yang menyebut Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Putusan atas perkara Tata Usaha Negara (TUN) tersebut bernomor : 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT tanggal 4 November 2020 antara penggugat Sumarsih dan Ho Kim Ngo melawan Pemerintah dalam hal ini Jaksa Agung RI sebagai tergugat.

Bunyi putusan PTUN yakni menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan: "Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Selanjutnya, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM" adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Hakim juga mewajibkan Jaksa Agung untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan Pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya.

Hakim juga menghukum Jaksa Agung untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp285 ribu.

ANTARA

Berita Terbaru