Aplikasi Pilbup (Pemilihan Bupati) Kab. Ponorogo Pilkada Serentak 2024

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Ketua PWI Jateng: Tantangan Wartawan Sampaikan Kebenaran Makin Berat

  • Oleh ANTARA
  • 25 Desember 2020 - 13:40 WIB

BORNEONEWS, Semarang - Tantangan wartawan untuk menyampaikan kebenaran pada tahun 2021 makin berat, kata Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah, Amir Machmud NS.

"Ruang publik makin dipenuhsesaki oleh berbagai kepentingan yang berebut untuk saling menyampaikan kebenaran menurut versi masing-masing," katanya didampingi Sekretaris Setiawan Hendra Kelana dan sejumlah pengurus saat menyampaikan Pernyataan Sikap Tutup Tahun 2020 dan Proyeksi 2021 di Semarang, Jumat, 25 Desember 2020.

Ia mengatakan tiap pihak menjustifikasi pernyataan dan perbuatannya dengan mengatasnamakan tujuan kepentingan rakyat.

Menurut dia, perebutan ruang untuk beropini itu diperkuat oleh penggalangan opini masif para buzzer, sehingga dalam isu-isu publik tertentu makin sulit untuk menyimpulkan mana hal yang benar dan mana hal yang salah.

Dalam kondisi demikian, kata dia, wartawan dan media makin tertantang untuk menyampaikan kebenaran, yang idealnya ditempuh melalui proses-proses dan mekanisme berjurnalistik yang akuntabel.

Mekanisme demikian hanya bisa diperoleh dari kemauan berdisiplin untuk menjalankan verifikasi atas pernyataan dan fakta-fakta.

Hanya dengan menempuh mekanisme seperti itulah, lanjut dia, wartawan dan media bisa memberi kontribusi dalam menyampaikan kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.

"Kami melihat, sepanjang 2020 yang merupakan pantulan kondisi dari tahun-tahun sebelumnya, media kita dihadapkan pada pertarungan kekuasaan yang menjadikan ruang publik sebagai ajang berebut membangun opini. Semuanya terkait dengan proyeksi kontestasi 2024. Siapa yang punya akses terhadap sumber-sumber kekuasaan dan bersumber daya kuatlah yang memenanginya. Namun apakah yang memenangi opini publik otomatis berhak mengklaim sebagai pihak yang benar" ujarnya.

Lebih lanjut, Amir mengatakan berdasarkan evaluasi, status kebenaran yang diklaim oleh pihak-pihak tertentu dalam sebuah isu publik, seharusnya mendorong wartawan dan media untuk meyakinkannya dengan ikhtiar menemukan kebenaran itu melalui mekanisme cek fakta dalam standar berjurnalistik.

"Kalau kita hanya memuat pernyataan, baik perseorangan maupun yang mengatasnamakan lembaga, lalu tidak memverifikasinya secara 'indepth' atau investigatif, boleh jadi media akan terjebak pada alur opini dengan 'frame' berpikir mereka. Apalagi sekarang ada 'influencer' dan 'buzzer' yang secara masif menyemburkan pembelaan kepada pihak tertentu," tutur-nya.

Menurut dia, insiden tewasnya enam anggota Laskar Pembela Islam, persoalan buron kasus korupsi Harun Masiku, skandal hukum Djoko Tjandra, juga pelanggaran-pelanggaran protokol kesehatan, dan kerumunan massa pada masa-masa pandemik COVID-19, menjadi bagian dari contoh kemelut informasi publik yang membuat masyarakat bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya terjadi dan informasi mana yang benar.

Ia mengatakan hal itu menjadi tugas media untuk melakukan cek fakta secara benar, sehingga peran yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pers, yakni melayani masyarakat dengan menyampaikan informasi, memberi edukasi, menghibur, dan melakukan fungsi kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, kata dia, ancaman kekerasan baik secara fisik maupun psikis masih membayangi pekerjaan wartawan.

Dia mencontohkan laporan-laporan dari peliputan demonstrasi penolakan revisi UU KPK, Omnibus Law, dan sebagainya menunjukkan bahwa perlindungan kepada wartawan dalam menjalankan tugas belum dipahami sebagai "tanggung jawab bersama" seluruh elemen masyarakat yang membutuhkan informasi dan mengawal pencerdasan kehidupan bangsa.

Berita Terbaru